Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti yang Menandai Pecahnya Mataram Islam

Kompas.com - 20/08/2023, 07:45 WIB
Muhammad Zaenuddin

Penulis

Dilansir dari laman Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, sebelum wafat, Pakubuwana II dipaksa menekan perjanjian untuk memberikan kewenangan kepada VOC dalam pengangkatan Raja baru.

Baca juga: 5 Bajak Laut Paling Terkenal dalam Sejarah, Siapa Saja?

Akibatnya, gelar Pakubuwana III sempat dipakai oleh Pangeran Mangkubumi di Yogyakarta dan Raden Mas Soerjadi di Surakarta.

Kondisi tersebut membuat Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi kembali melancarkan perlawanan pada VOC dan Pakubuwana III.

Demi mengatasi hal tersebut, VOC kemudian menyusun siasat adu domba untuk keduanya. Hasilnya, terjadi perselisihan antara Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said.

Situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh VOC untuk membujuk Mangkubumi dengan menjanjikan setengah wilayah kekuasaan Mataram yang dipegang oleh Pakubuwana III.

Baca juga: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Sejarah, Teks, dan Maknanya

Perjanjian Giyanti

Pada 22-23 September 1754 VOC mengundang Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi untuk membahas pembagian wilayah kekuasaan Mataram.

Pertemuan tersebut kemudian mencapai kesepakatan pada 13 Februari 1755 dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti yang membagi Mataram Islam menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Pangeran Mangkubumi mendapat setengah wilayah dan membentuk Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia menjadi raja dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwana I.

Baca juga: Sejarah dan Hasil Perjanjian Renville 17 Januari 1948: Belanda Mengingkari dan Melakukan Serangan

Adapun beberapa poin dari isi Perjanjian Giyanti adalah:

1. Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah dengan separuh dari kerajaan Mataram, dan hak kekuasan diwariskan secara turun-temurun.

2. Senantiasa diusahakan kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.

3. Sebelum Pepatih Dalem dan para Bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan Gubernur.

4. Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapatkan persetujuan dari VOC.

5. Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang memihak VOC dalam peperangan.

6. Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisir yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Pakubuwana II kepada VOC dalam kontraknya tertanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya.

7. Sri Sultan akan memberi bantuan kepada Sri Sunan Pakubuwana III sewaktu-waktu jika diperlukan.

8. Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan makanan dengan harga tertentu kepada VOC.

9. Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com