Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO?

Kompas.com - 04/08/2023, 09:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sumbu Filosofi Yogyakarta diusulkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Menyusul usulan tersebut, Malioboro pun akan diubah menjadi kawasan rendah emisi dalam waktu dekat.

"Kita sedang merancang Malioboro sebagai Sumbu Filosofi," ujar Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Beny, dikutip dari Kompas.com, Rabu (2/8/2023).

Perancangan Malioboro sebagai bagian dari Sumber Filosofi lantaran tim pengajuan telah mendapat undangan ke Riyadh, Arab Saudi pada September untuk asesmen dari 20 negara juri.

Asesmen pada bulan depan itu akan menjadi penilaian terakhir, sebelum diputuskan untuk memasukkan Sumber Filosofi sebagai warisan budaya tak benda.

Baca juga: Asal-Usul Nama Malioboro, Benarkah dari Marlborough atau Malyabhara?

Lantas, apa itu Sumber Filosofi Yogyakarta?


Baca juga: Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, Bagaimana Sejarah Jamu?

Mengenal Sumber Filosofi Yogyakarta

Panggung Krapyak di Jalan Kh. Ali Maksum, Krapyak Kulon, Panggungharjo, Sewon, Kota Yogyakarta.Shutterstock/Damar Aji Panggung Krapyak di Jalan Kh. Ali Maksum, Krapyak Kulon, Panggungharjo, Sewon, Kota Yogyakarta.

Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah sebuah sumbu imajiner berbentuk garis lurus yang ditarik dari Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Pal Putih atau Tugu Yogyakarta.

Dikutip dari laman Kemendikbud, Sumbu Filosofi berkaitan erat dengan pembangunan Yogyakarta yang dirancang Sultan Hamengkubuwono I menggunakan landasan filosofi sangat tinggi.

Pada 13 Februari 1755, Perjanjian Giyanti membagi kekuasaan Mataram Islam kepada Pakubuwana III di Surakarta dan Pangeran Mangkubumi di Yogyakarta.

Perjanjian antara VOC dan dua wakil Kerajaan Mataram Islam tersebut berdampak pada pecahnya kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat.

Baca juga: Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Apa Beda Tempe Mendoan dengan Tempe Goreng Biasa?

Kasunanan Surakarta tetap dipimpin oleh Pakubuwono III, sedangkan Kesultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Sultan Hamengkubuwono I pun menata Kota Yogyakarta membentang arah utara ke selatan dengan membangun Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.

Konsep filosofi Islam Jawa, yaitu Memayu Hayuning Bawana dan Manunggaling Kawula lan Gusti diimplementasikan dalam tata ruang kota yang dibangun.

Sultan juga mendirikan Tugu Golong-gilig atau Tugu Pal Putih di sisi utara keraton, serta Panggung Krapyak di sisi selatan.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com