KOMPAS.com – Kerusuhan yang melanda Perancis beberapa hari belakangan ini telah meluas ke dua negara tetangganya, yakni Swiss dan Belgia.
Kerusuhan yang merebak di Perancis sendiri dipicu oleh kasus seorang polisi yang menembak mati seorang remaja berusia 17 tahun bernama Nahel M, remaja keturunan Aljazair dan Maroko.
Peristiwa penembakan itu terjadi pada Selasa (27/6/2023) malam di Nanterre, wilayah pinggiran barat Ibu Kota Perancis, Paris.
Di Perancis sendiri, kerusuhan meledak di berbagai kota selain Paris, seperti Lyon, Marseille, Dijon, dan Toulouse.
Sudah lebih dari seribu orang ditangkap oleh pihak keamanan imbas dari kerusuhan yang terjadi di Perancis tersebut.
Baca juga: Duduk Perkara Kerusuhan di Perancis, Dipicu oleh Kematian Remaja 17 Tahun
Kekerasan di Swiss dimulai menyusul seruan yang beredar di media sosial saat anak muda terinspirasi oleh situasi di Perancis.
Dikutip dari Telegraph, kerusuhan itu pecah di Kota Lausanne, Swiss. Di sana terjadi bentrokan antara polisi dengan kelompok pengunjuk rasa yang kebanyakan dari mereka adalah remaja.
Lebih dari 100 orang berkumpul pada Sabtu (1/7/2023) malam di pusat kota yang diketahui terletak di bagian barat Swiss, di mana sebagian besar masyarakatnya menggunakan bahasa Perancis untuk keseharian.
Para pengunjuk rasa melemparkan batu dan bom molotov kepada polisi yang mencoba untuk mengamankan situasi.
“Menggemakan peristiwa dan kerusuhan yang berkecamuk di Perancis, lebih dari seratus pemuda berkumpul di pusat Lausaanne dan merusak bisnis (pertokoan),” tulis keterangan polisi.
Menurut polisi, cukup jelas bahwa anak-anak muda pengunjuk rasa terinspirasi dari kerusuhan yang ada di Perancis.
Anggota Dewan Lausanne yang mengurus keamanan di kota itu, Pierre-Antoine Hildbrand mengatakan, tidak ada yang membenarkan upaya terorganisir menjarah toko tersebut.
“Kami tidak memulai demonstrasi. Kami menghadapi orang-orang yang mengorganisir diri untuk memecahkan jendela dan menyita barang,” katanya.
Saat ini, tensi di Lausanne sudah mereda dan polisi menahan enam orang berusia antara 15 sampai 17 tahun, dengan tiga di antaranya wanita.
Mereka memiliki kewarganegaraan Portugal, Somalia, Bosnia, Swiss, Georgia, dan Serbia.