Lampiran II Keppres No. 6/2017 menyebut nama-nama pulau, perairan, koordinat titik terluar, titik dasar, dan petunjuk jenis garis pangkal, dan provinsi. Sumatera Utara memiliki 3 pulau kecil terluar yakni Pulau Simuk, Pulau Wunga, dan Pulau Berhala.
Pulau Wunga dan Pulau Simuk terletak di zona Kepulauan Nias, yaitu Pulau Wunga di utara Kepulauan Nias dan Pulau Simuk terletak di selatan Kepulauan Nias. Kepulauan Nias terdiri dari 30 pulau berpenghuni, dan 103 pulau tanpa penghuni tetap. Penduduk Kepulauan Nias berjumlah 898.689 jiwa yang tersebar pada empat kabupaten dan satu kota.
Secara geopolitik dan geostrategi, selama ini zona Kepulauan Nias adalah titik terluar di sisi barat Indonesia dan terletak di bibir Samudera Hindia. Maka kini sangat urgen pembentukan zona ini menjadi satu provinsi baru Indonesia.
Perairan sekitar Pulau Wunga terutama dihuni ikan kakap, ikan kerapu, dan ikan ekor kuning. Masyarakat Pulau Wunga menghasilkan komoditas kopra, kelapa, dan kako. Pohon kelapa mengisi sekitar 280 ha atau 70 persen lahan. Jenis tumbuhan lain ialah mangrove, tumbuhan rawa, perdu dengan ekosistem lamun dan terumbu karang.
Pulau Wunga dan 132 pulau lain di Kepulauan Nias dapat menjadi zona ‘frontiers’ dan ‘borders’ hubungan martitim, dagang, investasi, budaya, ekonomi, dan lingkungan Indonesia -India atau zona Asia Selatan. Apalagi India memiliki jejak panjang mendukung perjuangan negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Timur, khususnya Indonesia.
Misalnya, India menjadi tuan-rumah Asian Relations Conference tahun 1947 dan ikut-serta dalam Eighteen Nations Conference tahun 1949 yang menentang Agresi II Belanda ke wilayah Indonesia; India termasuk sponsor Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955.
Kini India memiliki kepentingan bersama negara-negara ASEAN menjaga kelancaran arus barang, jasa, manusia, perdagangan, dan transportasi di Asia Tenggara; atau kerja sama tanggap bencana kemanusiaan dan perang melawan maritime piracy, ancaman terorisme, dan penyelundupan (illicit trafficking). India misalnya mengerahkan 30 kapal perang pada operasi kemanusiaan tanggap bencana tsunami tahun 2004 di Indonesia dan Thailand.
Kepulauan Nias sebagai wilayah terluar di bibir Samudera Hindia memiliki nilai strategis bagi Indonesia, khususnya perlindungan hak-hak atau kewajiban Indonesia sebagai negara-kepulauan. Misalnya, penerapan Lintas Alur Laut kepulauan (Archipelagic Sea Lanes Passage/ASLP) bertujuan menjaga rezim lalu-lintas maritim dan keselamatan navigasi.
ASLP mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran sesuai prinsip hukum internasional misalnya pembuangan minyak, limbah-minyak dan bahan berbahaya lainnya; pencegahan penangkapan ikan, penyimpanan alat tangkap; pemuatan atau pembongkaran komoditi, uang atau orang yang bertentangan dengan peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter negara-kepulauan; dan penerapan kewajiban pesawat dan kapal-kapal.
Wilayah Indonesia terbentang antara benua Asia dan Australia dan memiliki tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) atau Archipelagic Sea Lanes (ASL).
Kepulauan Nias terletak di ujung terluat ALKI-1 wilayah Negara RI. Maka Pembentukan dan pembangunan provinsi zona ‘frontiers’ dan ‘borders’ berbasis zona pulau terluar di sisi barat Indonesia juga penting dan strategis merespons dinamika Indo-Pasifik.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia dapat menarik garis pangkal lurus (archipelagic straight baselines) yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluarnya sesuai rasio laut dan daratan pada garis pangkalnya. Begitu bunyi ketentuan Pasal 47 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS, 1982). Di sini pula nilai strategis Kepulauan Nias sebagai titik terluar daratan dan laut Indonesia.
Tugas atau tanggungjawab Pemerintah Indonesia, menurut alinea 4 Pembukaan UUD 1945, antara lain melindung segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta ikut menciptakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan abadi dan keadilan sosial. Dalam hal ini, pembentukan pembentukan Provinsi Kepulauan Nias dapat mendukung perlindungan hak-hak, selain kewajiban, Indonesia sebagai suatu negara kepulauan.
Di Gedung Central Hall Majelis Tertinggi (Parlemen) India, Kamis 22 Agustus 2007, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe merilis judul pidato: “Confluence of the Two Seas”, yakni zona titik temu dua samudera dan dua benua menjadi fokus geopolitik dan geostrategi global kini dan ke depan. “We are now at a point at which the Confluence of the Two Seas is coming into being,” papar PM Abe.
Shinzo Abe melihat titik temu dua samudera itu sebagai titik geostrategis “the Arc of Freedom and Prosperity” atau suatu busur kemerdekaan dan kemakmuran sepanjang tepi luar benua Eurasia. Jalur arteri busur itu, menurut Shinzo Abe, ialah Jepang, India, Australia, dan Amerika Serikat, tanpa menyebut ASEAN dan Indonesia.