KOMPAS.com - Kepolisian mengungkap bahwa Yudo Andreawan tersangka perbuatan onar di fasilitas publik terdiagnosis gangguan mental berupa bipolar.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko berdasarkan hasil observasi yang dilakukan tim dokter RS Polri Kramat Jati.
"Dasar peralihan (perawatan) tersebut adalah hasil rekomendasi dokter RS Polri dengan diagnosa bahwa saudara Yudo Andreawan menderita gangguan bipolar," ujar Trunoyudo, Kamis (4/5/2023), dikutip dari Kompas.com.
Atas hasil pemeriksaan itu, Yudo menjalani perawatan lebih lanjut di Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat sejak 3 Mei 2023.
Yudo Andreawan merupakan sosok yang sempat viral di kalangan warganet karena keterlibatannya dalam sejumlah keributan pada awal April 2023.
Seperti kerusuhan dengan penumpang kereta di Stasiun Manggarai, video yang merekam aksinya memaki polisi, hingga tindakan obsesi pada seorang dokter gigi berinisial APR.
Lalu, bisakah penderita gangguan mental seperti Yudo Andreawan dipidana?
Baca juga: Bisakah ODGJ yang Bakar Masjid di Garut Dikenai Pidana?
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan bahwa orang berusia minimal 12 tahun dapat dikenai hukuman pidana saat melakukan kejahatan.
"Setiap orang yang melakukan tindak pidana atau kejahatan dianggap bisa bertanggung jawab atas perbuatannya," jelasnya kepada Kompas.com, Minggu (7/5/2023).
Fickar menyebut, tersangka usia 12 sampai kurang satu hari dari 18 tahun akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di peradilan anak. Sementara orang berusia 18 tahun ke atas akan menjalani persidangan di peradilan umum atau pengadilan negeri (PN).
"Jika ternyata mengalami gangguan kejiwaan, tersangka tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya," lanjutnya.
Menurut Fickar, tersangka yang terbukti mengalami gangguan kesehatan jiwa tidak dapat menjalani pidana semestinya. Meski begitu, hakim tetap akan menjatuhkan putusan dengan memerintahkan tersangka diberi perawatan di rumah sakit jiwa.
"Bagi pelaku yang sehat tetap akan dihukum penjara," tambah dia.
"Ini artinya terhadap pelaku sekalipun menderita sakit jiwa, maka perawatannya di rumah sakit jiwa tetap harus berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan," ujar Fickar.
Aturan ini seperti yang tertuang dalam Pasal 44 Ayat (1) dan (2) KUHP yang menyatakan sebagai berikut: