Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korsel Tawarkan Rp 7,4 Juta Per Bulan untuk Pemuda yang Tak Mau Keluar Rumah

Kompas.com - 16/04/2023, 07:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Korea Selatan (Korsel) menawarkan tunjangan sebesar 500 dollar AS atau sekitar Rp 7,4 juta (kurs Rp 14.782) bagi pemuda yang menyendiri di dalam rumah.

Diberitakan Insider (14/4/2023), tawaran ini bertujuan mendorong pemuda-pemudi yang terisolasi agar mau meninggalkan rumah dan kembali bersosialisasi dengan masyarakat.

Mereka, menurut Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga, akan didorong untuk kembali ke sekolah, mencari pekerjaan, dan memulihkan kehidupan sehari-harinya.

Tunjangan setiap bulan, tak perlu bukti keluar rumah

Pemuda penyendiri di rentang usia 9-24 tahun yang memenuhi syarat pun akan menerima tunjangan sekitar 600.000 won tersebut setiap bulan.

Rencananya, uang ratusan won ini akan digunakan untuk berbagai kebutuhan, termasuk makanan, pakaian, kebutuhan rumah, serta biaya hidup lain.

Mereka yang memenuhi kualifikasi berhak mendapatkan tunjangan dalam bentuk barang maupun uang tunai yang akan dikirim ke rekening bank masing-masing.

Adapun jika masih berusia di bawah 18 tahun, uang akan dikirimkan ke rekening orangtua atau kakek nenek, dengan persetujuan dari yang bersangkutan.

Setelah menerima uang tunjangan, para pemuda ini diharapkan untuk segera keluar rumah dan bersosialisasi.

Namun, mereka yang menerima tunjangan tidak perlu repot membuktikan telah benar-benar pergi keluar rumah untuk mendapatkan tunjangan bulan berikutnya.

Baca juga: Kucing Menjadi Pelaku Tunggal Kebakaran Rumah di Korsel, Bagaimana Bisa?


Sebagian besar berasal dari keluarga miskin

Merujuk data Institut Kesehatan dan Sosial Korea pada 2022, sekitar 338.000 orang berusia antara 19-39 tahun di negara ini telah bertransformasi menjadi penyendiri.

Remaja dan dewasa muda ini cenderung mengurung diri di rumah dalam waktu yang lama, menghindari sekolah dan bekerja selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Kondisi ini mirip dengan hikikomori atau fenomena mengisolasi diri di Jepang, yang diperkirakan mencapai satu juta orang.

Menurut laporan Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga, sebagian besar pemuda yang mengisolasi diri berasal dari keluarga miskin.

Mereka mulai mengasingkan diri karena trauma pribadi, intimidasi di sekolah, stres akademik, konflik keluarga, maupun kurangnya perhatian dari wali atau orangtua.

Laporan tersebut, seperti dikutip CNN (14/4/2023), merinci beberapa kasus, termasuk seorang siswa yang menderita masalah kesehatan mental dan kesulitan bersosialisasi sejak remaja.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com