Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Kutukan Mumi Itu Nyata?

Kompas.com - 27/02/2023, 17:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

Dalam pertunjukan ini, ada adegan yang menunjukkan mumi asli Mesir dibuka. Hal ini dilakukan agar bisa jadi ide bagi penulis lainnya.

Sementara itu, ahli epidemiologi Mark R. Nelson menyatakan bahwa kutukan mumi dipicu oleh cerita dari karya sastra.

Contohnya penulis Little Women, Louisa May Alcott yang menerbitkan cerita pendek "Lost in a Pyramid" atau "The Mumy's Curse" pada 1869.

Ia juga menjelaskan bahwa konsep kutukan mumi itu mendahului penemuan makam Tutankhamun. Ini karena karya seni tentang kutukan itu sudah ada paling tidak 100 tahun sebelum Herbert dan Carter menemukan makam tersebut.

Ronald Fritze, seorang profesor sejarah di Universitas Negeri Athena di Alabama menambahkan, publik di masa Yunani dan Romawi sering mengasosiasikan masyarakat Mesir kuno dengan kutukan dan sihir.

Ia juga menyatakan bahwa saat banyak orang asing datang ke Mesir untuk melihat mumi, warga setempat merasa terganggu. Lalu, muncullah cerita fiksi yang menceritakan tentang kutukan yang berhubungan dengan mumi.

Mitos kutukan mumi lalu membesar di publik. Banyak koran dan novel menuliskan tentang ini, termasuk Arthur Conan Doyle penulis novel Sherlock Holmes.

Baca juga: Arkeolog Temukan Mumi dengan Lidah Emas Berusia 2.000 Tahun di Mesir

Fakta kutukan mumi

Ahli Mesir asal Universitas American di Kairo Salima Ikram percaya bahwa konsep kutukan memang ada di Mesir kuno sebagai bentuk sistem keamanan yang primitif.

Dia mengatakan bahwa beberapa dinding makam di Giza dan Saqqara bertuliskan kutukan untuk menakuti orang yang akan mengganggu tempat peristirahatan kerajaan. Isi kutukan itu berupa ancaman dari dewa dan kematian akibat hewan buas.

Sedangkan soal kematian ilmuwan, beberapa ahli menyakini George Herbert meninggal akibat infeksi kuman atau patogen. Hal ini dinyatakan oleh Sylvain Gandon seorang peneliti Universitas Pierre dan Marie Curie di Paris.

Studi laboratorium menunjukkan beberapa mumi purba membawa jamur, termasuk Aspergillus niger dan Aspergillus flavus.

Keduanya dapat menyebabkan kemacetan atau pendarahan di paru-paru. Bakteri penyerang paru-paru seperti Pseudomonas dan Staphylococcus juga dapat tumbuh di dinding makam.

Baca juga: Kedai Kopi Tertua di Dunia, Berusia Ratusan Tahun hingga Rutin Disinggahi Voltaire

Faktanya, tim peneliti penulis artikel di jurnal International Biodeterioration & Biodegradation mengungkapkan bahwa organisme yang menciptakan bintik-bintik coklat di makam Tutankhamun sudah tidak aktif.

Mark Nelson, seorang profesor epidemiologi di Universitas Monash Australia juga tidak menemukan bukti bahwa arkeolog yang masuk ke dalam makam akan selalu meninggal.

Studi yang dilakukan terhadap 25 orang yang bekerja atau masuk ke makam mumi justru membuktikan bahwa mereka yang masuk ke dalam makam hidup sampai usia 70 tahun. Usia ini terbilang cukup tinggi bagi masyarakat pertengahan abad ke-20.

Selain itu, profesor epidemiologi di University of Hawaii di Manoa F. DeWolfe Miller tidak percaya makam di bawah tanah berusia 3.000 tahun itu memiliki mikroorganisme aneh di dalamnya yang bisa membunuh seseorang enam minggu kemudian.

Setelah diperiksa, George Herbert ternyata meninggal dunia akibat infeksi, bukan kutukan. Ia menderita infeksi akibat luka yang didapat dari bekas gigitan nyamuk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Apa yang Dilakukan Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara Madinah? Ini Alur Kedatangannya

Apa yang Dilakukan Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara Madinah? Ini Alur Kedatangannya

Tren
Kisah Omar, Hilang Selama 26 Tahun, Ditemukan Hanya 200 Meter dari Rumahnya

Kisah Omar, Hilang Selama 26 Tahun, Ditemukan Hanya 200 Meter dari Rumahnya

Tren
Naik Rp 13,4 Miliar Selama 2023, Berikut Rincian Harta Kekayaan Jokowi

Naik Rp 13,4 Miliar Selama 2023, Berikut Rincian Harta Kekayaan Jokowi

Tren
Mengenal PTN BLU di Indonesia: Daftar Kampus dan Bedanya dari PTN BH

Mengenal PTN BLU di Indonesia: Daftar Kampus dan Bedanya dari PTN BH

Tren
Kevin Sanjaya Resmi Nyatakan Pensiun Dini dari Bulu Tangkis, Ini Alasannya

Kevin Sanjaya Resmi Nyatakan Pensiun Dini dari Bulu Tangkis, Ini Alasannya

Tren
Serba-serbi Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024: Prodi, Formasi, dan Penempatan

Serba-serbi Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024: Prodi, Formasi, dan Penempatan

Tren
Siasat SYL 'Peras' Pejabat Kementan, Ancam Copot Jabatan, dan Paksa Mengundurkan Diri

Siasat SYL "Peras" Pejabat Kementan, Ancam Copot Jabatan, dan Paksa Mengundurkan Diri

Tren
Cara Daftar Sekolah Kedinasan STMKG, STIN, dan STIS 2024

Cara Daftar Sekolah Kedinasan STMKG, STIN, dan STIS 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com