Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rentetan Gempa di Jayapura Disebut "Black Swan Earthquakes", Apa Itu?

Kompas.com - 13/02/2023, 17:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, rentetan gempa di Jayapura, Papua sebagai fenomena Black Swan Earthquakes.

Hal itu diungkapkan Daryono melalui akun media sosial Twitter @DaryonoBMKG.

"Secara pribadi menurut saya, fenomena Gempa Jayapura tmsk "Black Swan Earthquakes"," tulisnya.

Apa itu Black Swan Earthquakes?

Daryono menjelaskan Black Swan Earthquakes adalah fenomena gempa bumi yang belum terpetakan dengan detil sumbernya.

Gempa tersebut juga terjadi di luar prediksi para ahli namun memiliki dampak merusak dan membuat cemas masyarakat.

Menurutnya, peristiwa gempa seperti ini termasuk langka dan jarang terjadi.

Baca juga: Gempa M 5,4 Guncang Jayapura, Bangunan Rusak hingga 4 Orang Meninggal

Rentetan gempa akan berakhir

Dikutip dari Kompas.com (11/2/2023), berdasarkan monitoring BMKG sejak 2 Januari hingga 11 Februari 2023, rentetan gempa di Jayapura sudah terjadi sebanyak 1.174 kali.

Meskipun jumlahnya cukup banyak, Daryono memastikan bahwa gempa di Jayapura itu pasti akan berakhir.

"Gempa Jayapura pasti akan selesai, itu earthquake sequence, multi fault aktif & triggered off fault seismicity, pernah terjadi di Ambon-Haruku akhir 2019," kata Daryono.

"(Saat itu) sebanyak 2.500 lebih gempa terjadi meneror dan beberapa bulan kemudian selesai karena akumulasi stressnya sudah release semua. Selesai. Kemudian aman," jelas dia.

BMKG mencatat, fenomena yang sama terjadi saat rentetan gempa terjadi di Ambon-Haruku pada September 2019.

Gempa berkekuatan M 6,5 itu diikuti dengan 2.601 gempa susulan dengan 292 gempa dirasakan oleh warga. Pada awal 2020, rentetan gempa tersebut berakhir. 

Baca juga: Analisis Gempa Jayapura dan Bantahan Akan Adanya Tsunami...

 

Mengenal Black Swan Earthquakes

Dilansir dari The Washington Post, istilah "Black Swan" mulanya dipopulerkan oleh Nassim Nicholas Taleb, seorang profesor teknik risiko di New York University.

Taleb menulis buku berjudul "The Black Swan: The Impact of the Highly Improbable".

Teori ini menggambarkan suatu peristiwa yang mengejutkan, berdampak besar, dan di belakang sering dirasionalisasi secara tidak tepat (Taleb, 2010).

Dilansir dari How big, how bad, how often: are extreme events accounted for in modern seismic hazard analysis (Wong, 2013), gempa yang termasuk ke dalam "Black Swan" di antaranya gempa M 9,2 di Sumatera (2004) dan gempa M 9,0 di Tohoku-Oki, Jepang (2011).

"Gempa bumi dapat dianggap sebagai 'peristiwa ekstrem' atau 'black swan' dalam hal ukurannya karena dalam 200 tahun terakhir, kurang dari 10 gempa telah mencapai M 9,0 atau lebih besar," terang Wong.

Dari kasus kedua gempa di atas, bisa disebut sebagai bencana ekstrem karena tingginya korban yang meninggal, yakni mencapai 20.000.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Gempa Besar Turkiye-Suriah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com