Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DI Yogyakarta Budiharso menegaskan akan melakukan pengawasan terhadap penyalahgunaan magic mushroom di wilayahnya. Sebab semua zat yang mengandung narkotika dilarang.
"Semua zat yang mengandung narkotika dilarang, termasuk magic mushroom. Namun memang tidak semua mushroom atau jamur itu beracun," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (8/9/2014).
Baca juga: Apa Itu Jamur Cordyceps yang Muncul di Serial The Last of Us?
Dilansir dari Verywellmind, Psilosibin adalah bahan kimia halusinogen pada jamur tertentu yang tumbuh di Eropa, Amerika Selatan, Meksiko, dan Amerika Serikat.
Jamur yang mengandung Psilosibin dikenal sebagai jamur ajaib.
Jamur ajaib sebagai obat halusinogen, artinya dapat menyebabkan Anda melihat, mendengar, dan merasakan sensasi yang tampak nyata tetapi sebenarnya tidak.
Baca juga: Serba-serbi Jamur, Manfaat Kesehatan dan Cara Aman Mengonsumsinya
Namun, efek jamur ini sangat bervariasi dan diyakini dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Sejumlah faktor mempengaruhi efek jamur ajaib, antara lain dosis, usia, berat badan, kepribadian, keadaan emosi, lingkungan, dan riwayat penyakit mental.
Sementara jamur psilocybe sering dicari untuk kesenangan yang damai, jamur telah dilaporkan menyebabkan kecemasan, halusinasi yang menakutkan, paranoia, dan kebingungan pada beberapa orang.
Baca juga: Mengenal Jamur Geastrum Saccatum, Dikenal karena Bentuknya yang Unik
Pada 2018, peneliti dari Universitas Johns Hopkins merekomendasikan klasifikasi ulang Psilosibin dari narkotika golongan I ke IV untuk memungkinkan penggunaan medis.
Para peneliti di Johns Hopkins menemukan bahwa Psilosibin adalah pengobatan yang efektif untuk depresi dan kecanduan nikotin dan alkohol, serta gangguan penggunaan zat lainnya.
Studi juga menunjukkan bahwa jamur ajaib ini efektif untuk menghilangkan tekanan emosional orang dengan diagnosis kanker yang mengancam jiwa.
Baca juga: 5 Fakta Penyakit Jamur Hitam: Dari Penyebab, Gejala, hingga Cara Mencegahnya
Pusat Penelitian Psikedelik dan Kesadaran di Johns Hopkins juga meneliti bagaimana psikedelik memengaruhi berbagai kondisi seperti:
Meskipun badan medis tidak menganggap Psilosibin adiktif, pengguna mungkin mengalami halusinasi, kecemasan, dan kepanikan yang mengganggu setelah mengonsumsi obat tersebut.
Baca juga: Apa Saja Kandungan Gizi pada Jamur Tiram, Adakah Manfaatnya untuk Kesehatan?
Masih dari sumber yang sama, Psilosibin bekerja dengan mengaktifkan reseptor serotonin, paling sering di korteks prefrontal. Bagian otak ini memengaruhi suasana hati, kognisi, dan persepsi.
Halusinogen juga bekerja di bagian otak lain yang mengatur rangsangan dan respons panik.