Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zackir L Makmur
Wartawan

Gemar menulis, beberapa bukunya telah terbit. Suka catur dan humor, tertawanya nyaring

Menyimak Permainan Politik dari Desa

Kompas.com - 21/01/2023, 10:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jabatan kepala desa di setiap wilayah pun berbeda-beda penyebutannya. Di wilayah Bolaang Mongondow, kepala desa biasa disebut sangadi. Berbeda halnya di wilayah lain, penyebutan kepala desa beragam seperti geuchik (Aceh), wali nagari (Sumatera Barat), pambakal (Kalimantan Selatan), hukum tua (Sulawesi Utara), perbekel (Bali), kuwu (Pemalang, Brebes, Tegal, Cirebon dan Indramayu), pangulu (Simalungun, Sumatera Utara), peratin (Pesisir Barat, Lampung), dan kapala lembang (Tana Toraja & Toraja Utara, Sulawesi Selatan).

Permainan Politik

Kehidupan demokrasi di negeri ini tidak terlepas dari praktik-praktik demokrasi yang diimplementasikan masyarakat desa. Praktik demokrasi ini berkaitan kuat dengan sejauh mana efektif pelaksanaan Pasal 1 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pemerintah desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Maka penyelenggaraan pemerintahan desa mesti mengakomodasikan aspirasi dan misi menyejahterakan dan membahagiakan masyarakat yang dipimpin.

Di dalam sistem nilai kebudayaan desa, tokoh atau subyek yang punya laku demikian, punya pengaruh kuat dan gampang diterima khalayak. Sehubungan dengan asumsi bahwa masyarakat desa gampang manut, mudah dipengaruhi atupun lancar diatur-atur, membuat tokoh yang berpengaruh itu bernilai “mahal” bagi sejumlah partai politik (parpol).

Ironisnya, si tokoh ini memang tahu bahwa ia punya kapital untuk jual mahal. Maka parpol mana yang cuma bisa merayu ataupun punya kemampuan “membeli” tokoh untuk jadi kades, tidak kasat mata diketahui tapi aromanya sangat kuat berhembus tatkala jelang dan saat pemilihan kepala desa (pilkades).

Keuntungan yang didapat parpol dari sana, sekurang-kurangnya basis massa demikian menguat. Faktor keuntungan ini yang sangat mungkin membuat kancah perpolitikan di parlemen “akur-akur” selalu dengan eksekutif merespon tuntutan demo para kades.

Sepertinya para kades yang juga mulai cekatan membaca “wangsit” politik, hingga ini dapat dibaca mengapa tututan itu justru marak di tahun politik. Lagi pula, tututan para kades yang berdemo di depan Gedung DPR itu bukanlah “demi” rakyat yang terhina dan terlantar.

Masyarakat desa demikian terhina, kemajuan bangsa abad 21 justru masih didapati seperti penghidupan abad 17: kemiskinan merajalela, masyarakat terlantar dan tertindas.

Tututan mereka justru berkutat pada perputaran kekuasaan dan pengelolaan dana desa, dalam bentuk permainan politik dari sebuah pergeseran idetifikasi desa mau jadi kota. Maka saat sejumlah televisi menayangankan demo mereka, banyak tersorot laku mereka “bergaya” menikmati cita rasa kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Catat, Ini 5 Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Catat, Ini 5 Ikan Tinggi Purin Pantangan Penderita Asam Urat

Tren
BMKG: Wilayah Ini Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 17-18 Mei 2024

BMKG: Wilayah Ini Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 17-18 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Warga Israel Rusak Bantuan Indomie untuk Gaza, Gletser Terakhir di Papua Segera Menghilang

[POPULER TREN] Warga Israel Rusak Bantuan Indomie untuk Gaza, Gletser Terakhir di Papua Segera Menghilang

Tren
Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com