Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Makan Korban, Perlukah Sekolah Melarang Lato-lato?

Kompas.com - 09/01/2023, 19:45 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Permainan lato lato kini sangat populer di Indonesia. Betapa tidak, permainan ini digandrungi oleh semua kalangan, khususnya anak-anak.

Bahkan, Presiden Joko Widodo juga ikut memainkannya saat berkunjung ke Subang, Jawa Barat beberapa waktu yang lalu.

Namun latto-latto kini mulai meresahkan masyarakat, karena suaranya dianggap mengganggu dan telah melukai sejumlah anak. 

Lantas, perlukah sekolah melarang siswa memainkan latto-latto?

Baca juga: Latto-latto dan Mengapa Masih Banyak Teori Konspirasi Bermunculan?

Kak Seto: setuju sekolah melarang lato lato

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau kerap disapa Kak Seto setuju jika sekolah melarang latto-latto.

Hal itu menurut Kak Seto untuk melindungi anak dan agar tidak menggangu konsentrasi di lingkungan belajar. 

"Intinya kalau itu demi kepentingan terbaik bagi anak, hanya melindungi anak, justru (melarang) itu yang terbaik. Jadi konteksnya adalah demi perlindungan anak," kata Kak Seto kepada Kompas.com, Senin (9/1/2023).

Kak Seto menjelaskan, permainan yang mengeluarkan bunyi tek-tek-tek ini sebenarnya tak masalah apabila dilakukan oleh orang profesional atau orang dewasa yang mengetahui caranya sehingga menghindarkan adanya bahaya.

Namun apabila dimainkan anak-anak dan bisa menimbulkan bahaya maka menurutnya sebaiknya diganti dengan permainan lain yang lebih aman dan edukatif. 

Sebagai alternatif, Kak Seto menyebut bola latto-latto bisa diganti dengan bahan yang tidak berbahaya jika terkena anggota tubuh. Sebab, permainan lato lato menurutnya juga memiliki sisi postif untuk perkembangan anak.

"Sisi positifnya itu bisa melatih ketangkasan fisik anak, kepercayaan diri, melatih sosialisasi, dan sebagainya. Tapi kalau apa pun sudah berlebihan, ya dilarang," ujarnya.

"Artinya, permainan ini positif jika diawasi oleh orang dewasa dengan cara yang benar. Kalau asal-asalan, ya berbahaya," sambungnya.

Baca juga: Ahli dari UNS Ungkap Alasan di Balik Populernya Permainan Latto-latto

 

Dilarang di sejumlah negara

Latto-latto sebenarnya bukan permainan baru, karena sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu.

Permainan ini bahkan sempat dilarang di berbagai negara.

Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada 1971 pernah mengeluarkan peringatan nasional terhadap mainan latto-latto setelah empat anak mengalami cedera.

Larangan ini pun menarik perhatian komunitas Society for the Prevention of Blindness untuk melawan bahaya latto-latto, terutama potensi merusak dan membutakan mata.

Selain AS, Mesir juga melarang penjualan latto-latto pada 2017, karena alasan politis.

Pasalnya, masyarakat setempat menjuluki latto-latto sebagai "bola Sisi" yang mengacu pada buah zakar Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com