Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

"Kebaya Merah" dan Fenomena Masyarakat Konten

Kompas.com - 10/11/2022, 06:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Salut buat para bakal Capres dan Cawapres 2024. Mereka tetap cemungut untuk sibuk bikin konten buat ditonton oleh masyarakat, walau masyarakat lebih sibuk bikin kontennya sendiri-sendiri. Masyarakat lebih sibuk nonton kontennya sendiri, lebih sibuk pula membaca komen-komen atas kontennya sendiri-sendiri.” – Sudjiwo Tejo.

DI TENGAH sibuknya persiapan perhelatan Indonesia jelang pelaksana pertemuan G-20 di Bali; di tengah ketidakmampuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengawasi peredaran obat sirup anak yang menyebabkan kasus gagal ginjal akut; di saat Koalisi Perubahan yang dimotori Nasdem masih alot menentukan calon “pengantin” Anies Baswedan karena kuatnya tarik menarik PKS dan Demokrat; serta masih panasnya pertempuran antara Rusia dengan Ukraina, bangsa ini masih “kepo” dengan ulah “si kebaya merah”.

Hampir dua minggu sejak kemunculannya di berbagai lini masa, aksi si kebaya merah begitu membetot perhatian masyarakat.

Yang tidak paham segera mencari tahu asal mula kejadian itu, sementara yang sudah mengoleksi dengan pongah menyebarkan ke berbagai kolega.

Dalam beberapa bulan terakhir, sebelum aksi kebaya merah mencuat, publik juga sempat digegerkan dengan kejadian di Bali ketika sepasang kekasih memamerkan adegan tidak senonoh dalam kendaraan yang melintas. Lengkap memakai busana adat Bali.

Kesakralan hubungan intim yang bersifat pribadi, persoalan-persoalan privat yang harusnya disimpan rapat, kegiatan pribadi yang harusnya menjadi ranah privat, apalagi kegiatan-kegiatan yang menyangkut urusan publik kini galib “harus diketahui” khalayak luas.

Bahkan yang masih “rencana” pun harus dilihat orang banyak. Masyarakat harus tahu, harus peduli, harus memberi “like” jika tidak mau memberikan komentar.

Bahkan kita pun diajak ikut mahfum, ketika ada orang lain memberi “tag” sehingga kita terpaksa diajak menyebarkan kegiatannya.

Kehadiran media sosial begitu mengubah adab, sopan santun, dan tata krama di masyarakat kita. Perkembangan teknologi informasi membawa perubahan besar dalam masyarakat kita.

Lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran, baik budaya, etika, dan norma yang ada.

Dengan jumlah penduduk yang begitu besar dan didominasi kalangan muda, serta dengan berbagai kultur suku, ras, dan agama yang beraneka ragam sangat berpotensi mengalami perubahan sosial.

Pengaruh globalisasi dari luar menjadi semakin tidak terelakkan. Dari berbagai kalangan dan umur, dari beragam perbedaan status, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan media sosial.

Tidak saja sebagai salah satu sarana memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik, tetapi juga menjadi wahana untuk eksistensi diri.

Penetrasi media sosial yang masif tidak saja di Pulau Jawa atau kota-kota besar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Sumbawa, Maluku tetapi juga menerpa daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai “3T”, yaitu Terluar, Terdepan dan Tertinggal.

Selama ada koneksi internet, penggunaan media sosial adalah hal yang biasa di daerah ini.

Sembilan perbatasan wilayah tanah air dengan negara jiran pernah saya tapaki, mulai dari Skouw di Papua, Sebatik di Kalimantan Utara, Wini-Mota’ain-Motamasin di Nusa Tenggara Timur serta Nangah Badau-Aruk-Entikong-Jagaoi Babang di Kalimantan Barat, persoalan nir-akses internet adalah cerita masa lalu.

Apa yang viral di Jakarta, demikian cepat menyebar ke pengunjung di warung ayam geprek Lamongan di tapal batas Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat dengan Tebedu, Sarawak, Malaysia.

Fenomena capres konten dan masyarakat konten

Jelang perhelatan Pemilu 2024, tensi politik antarpartai-partai dan saling serang pernyataan antar elite-elite partai juga memuncak. Semua partai “mbelgedes” berpikir untuk rakyat, semua pesan-pesan politiknya dikemas untuk “kepentingan” rakyat.

Menariknya, di semua kanal media sosialnya terutama Instagram resmi partai, semua jargon tersaji “menyejukkan”. Melihat, membaca dan mengikuti semua “titah” elite partai serasa kita dirayu dan dibujuk habis-habisan untuk menyukai partainya.

Padahal kita masih ingat, partai tersebut begitu lekat dengan korupsi para kader-kadernya saat dipercaya menjadi kepala daerah.

Para gubernur yang “ngebet” menjadi capres atau cawapres tidak kalah hebohnya. Hampir setiap saat “memposting” konten-konten receh.

Ada capres yang semula bikin konten “menghibur”, tetapi pada akhirnya jagat media sosial menertawakan “ketidaklucuannya”.

Semua narasi kalimatnya teratur dan dibikin memikat, tetapi anak muda malah menganggapnya basa-basi yang terlalu basi.

Jangan heran, di setiap kegiatan capres – baik yang sudah melepas jabatannya atau masih menjabat – tidak melupakan kreator konten berada dalam setiap kegiatannya.

Mereka merancang, memproduksi, serta mengunggah setiap aksi yang dilakukan “bos-nya”. Dari bangun pagi, lari pagi, memimpin rapat, mengadakan kunjungan mendadak atau di-setting dadakan semuanya dikemas dalam konten yang berharap mendapat “tanda suka” atau “like”

Apa yang menjadi “viral” dan “trending” di media sosial mereka tangkap agar mendapat imbas keviralannya.

Ketika penyanyi cilik Farel Prayoga mendadak “booming” karena tampil di Istana Negara, Jakarta saat Perayaan HUT RI kemarin, sontak Farel dengan lagu “Ojo Dibanding-bandingke” laris diundang para elite.

Lagak joget Farel mendapat “tandem” dari tokoh yang berminat mendapat “like” dari pengguna media sosial.

Saat Intan Sriastuti, gadis asal Lembata, Nusa Tenggara Timur mempopulerkan penggalan lagu “betapa syulit” lupakan Reyhan, sontak nama Reyhan berganti menjadi nama kandidat. Itulah kekuatan media sosial.

Mereka begitu mendamba “like” dan “subscribe”, bahkan komentar. Mereka begitu sibuk “mengemis” atensi dari pengguna media sosial.

Walau fenomena kemunculan capres mendapat sambutan di masyarakat luas, tetapi diblokade kehadirannya di tengah-tengah masyarakat di luar provinsinya oleh partai yang menaunginya, bukan lagi menjadi alasan untuk berinteraksi dengan masyarakat. Sihir media sosial begitu luas dampaknya.

Tokoh gaek yang selama ini berkali-kali maju di pentas Pipres pun, tergoda pula dengan “sihir” media sosial. Padahal tokoh ini begitu kaku dan anti diatur, tetapi setelah tahu dampak yang ditimbulkan dari media sosial, membuatnya ikut rajin dan mau dikemas dengan rapi.

Tidak hanya capres atau cawapres yang berpotensi mendapat tiket dari partai-partai, capres atau sekadar cawapres yang berharap “dipasangkan” dengan capres potensial juga rajin dan semangat berkonten ria.

Joget ala tik tok rela dilakukan demi mengharap “like” dan “komentar”. Para kepala daerah pun rajin membuat konten demi bukti bahwa mereka memikirkan rakyat dan berbuat terbaik untuk warga.

Kebaya merah & capres-cawapres berharap belas atensi

Usai dicokok aparat polisi, pemeran kebaya merah dan pasanganya ternyata sepanjang tahun 2022 saja sudah memproduksi 92 konten asusila. Motif mereka adalah mencari uang dari konten-konten yang diproduksinya.

Kreativitasnya membuat konten “nyeleneh” akhirnya harus berakhir karena polisi berhasil merunut lokasi shooting-nya di sebuah hotel di wilayah Gubeng, Surabaya, Jawa Timur.

Kebaya merah terus memproduksi konten-konten asusila karena adanya permintaan. Sementara kandidat pilpres– tanpa diminta publik - harus terus membuat konten agar atensi dari publik terus terjaga.

Seperti menyiram bibit tanaman, kandidat berharap konten-konten yang dilihat publik bisa merawat memori serta berharap kelak memilihnya di Pilpres.

Partai pun juga mendamba agar lewat postingan-postingan konten yang menarik bisa menggaet suara calon pemilih.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperkirakan di Pemilu Serentak 2024 nanti, 60 persen pemilh akan diisi oleh pemilih dominan yang berusia 17 hingga 40 tahun (Antaranews.com, 20 Oktober 2022).

Dengan demikian pasar calon pemilih begitu riuh diperebutkan partai-partai serta calon presiden dan calon wakil presiden.

Masyarakat pun kini begitu peduli dengan konten-konten yang bersliweran di lini masa. Mereka terlibat aktif.

Kaum ibu-ibu sibuk membuat flashmoob, sang bapak juga rajin membuat parodi, sementara anak-anaknya juga tidak kalah sibuknya membuat konten-konten yang unik.

Tua muda, kaya miskin, tingga di perkotaan atau pedesaan, pengangguran atau pegawai semuanya sibuk berkonten ria.

Berkat terpaan teknologi komunikasi informasi, pola perilaku masyarakat kita begitu berubah. Mereka tidak menutup diri atau malu dengan apa yang diperbuatnya. Apa yang dikerjakan harus diketahui masyarakat.

Menjadi terkenal, berharap viral dan disenangi orang-orang menjadi tujuan orang mengunggah konten yang dibuatnya.

Hal inilah yang dijelaskan mendiang Soerjono Soekanto, dosen saya saat berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) dulu, bahwa setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan.

Perubahan itu bisa berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat.

Perubahan dapat mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.

Perubahan- perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya teknologi komunikasi informasi yang semakin canggih.

Masih dari dosen legendaris UI lainnya, Selo Soemardjan - saya beruntung karena masih sempat diajar beliau - saya menukil pendapatnya tentang perubahan sosial yang terjadi akibat terpaan teknologi komunikasi informasi.

Perubahan sosial menyangkut segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok- kelompok dalam masyarakat.

Dari pendapat ke dua pendidik ini dapat disimpulkan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat memengaruhi pola interaksi sosial yang dapat bersifat membangun karakter manusia menuju proses yang lebih baik atau malah sebaliknya.

Saya khawatir, fenomena “kebaya merah” akan terus bermunculan di publik tanpa malu dan tanpa risih, sementara para elite dan politisi kita akan semakin rajin mengunggah konten-konten receh tanpa edukasi demi mengejar atensi.

Alih-alih membangun proses pembentukan karakter yang lebih baik, nyatanya karakter yang terbangun bermental buruk.

Imbasnya masyarakat menganggapnya sebagai hal yang wajar. Tidak tahu mana yang loyang, mana yang besi, mana yang natural, dan mana yang dibuat-buat.

“Penyebab rusaknya akal adalah nafsu. Penyebab kesengsaraan adalah cinta dunia. Penyebab fitnah adalah kedengkian. Penyebab perpecahan adalah perselisihan. Penyebab keselamatan adalah diam.” – Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

35 Ucapan dan Twibbon Hari Waisak 23 Mei 2024

35 Ucapan dan Twibbon Hari Waisak 23 Mei 2024

Tren
Rombongan Presiden Iran Ini Sempat Hidup Sejam Usai Helikopter Jatuh

Rombongan Presiden Iran Ini Sempat Hidup Sejam Usai Helikopter Jatuh

Tren
Mei Diklaim Bulan Terlama dan Bulan Saat Uang Habis-habisan, Apa Penyebabnya?

Mei Diklaim Bulan Terlama dan Bulan Saat Uang Habis-habisan, Apa Penyebabnya?

Tren
Pendaftaran Akun PPDB DKI Jakarta 2024 Dibuka, Klik Sidanira.jakarta.go.id

Pendaftaran Akun PPDB DKI Jakarta 2024 Dibuka, Klik Sidanira.jakarta.go.id

Tren
13 Manfaat Daun Kelor, Ampuh Kontrol Gula Darah dan Atasi Kolesterol

13 Manfaat Daun Kelor, Ampuh Kontrol Gula Darah dan Atasi Kolesterol

Tren
Pekerja yang Terkena PHK Masih Menerima Manfaat JKN Selama 6 Bulan, Ini Syaratnya

Pekerja yang Terkena PHK Masih Menerima Manfaat JKN Selama 6 Bulan, Ini Syaratnya

Tren
Embun Upas Akan Muncul Kembali di Dieng, Kapan Terjadi?

Embun Upas Akan Muncul Kembali di Dieng, Kapan Terjadi?

Tren
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC)? Berikut Tugas dan Wewenangnya

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC)? Berikut Tugas dan Wewenangnya

Tren
ICC Ajukan Surat Penangkapan Pimpinan Israel dan Hamas, Peluang Netanyahu Ditahan?

ICC Ajukan Surat Penangkapan Pimpinan Israel dan Hamas, Peluang Netanyahu Ditahan?

Tren
Ali Bagheri, Diplomat Ulung dan Pengkritik Keras Barat yang Kini Menjabat sebagai Menlu Iran

Ali Bagheri, Diplomat Ulung dan Pengkritik Keras Barat yang Kini Menjabat sebagai Menlu Iran

Tren
Cerita di Balik Jasa 'Santo Suruh' yang Mau Disuruh Apa Saja, dari Jemput Anak Main juga Kubur Ari-ari

Cerita di Balik Jasa "Santo Suruh" yang Mau Disuruh Apa Saja, dari Jemput Anak Main juga Kubur Ari-ari

Tren
Suhu Udara Capai 50 Derajat Celsius, Ini Imbauan bagi Jemaah Haji yang Tiba di Makkah

Suhu Udara Capai 50 Derajat Celsius, Ini Imbauan bagi Jemaah Haji yang Tiba di Makkah

Tren
Kemendikbud Rekomendasikan 177 Karya Sastra di Sekolah, Ada 'Bumi Manusia'

Kemendikbud Rekomendasikan 177 Karya Sastra di Sekolah, Ada "Bumi Manusia"

Tren
Hasil Tes Online 1 Rekrutmen BUMN Diumumkan 22 Mei 2024, Klik rekrutmenbersama2024.fhcibumn.id

Hasil Tes Online 1 Rekrutmen BUMN Diumumkan 22 Mei 2024, Klik rekrutmenbersama2024.fhcibumn.id

Tren
UKT Semakin Mahal dan Janji Prabowo Gratiskan Biaya Kuliah di Kampus Negeri

UKT Semakin Mahal dan Janji Prabowo Gratiskan Biaya Kuliah di Kampus Negeri

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com