KOMPAS.com - Istilah rekonstruksi sering terdengar dalam proses penyidikan suatu tindak pidana.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rekonstruksi adalah pengembalian seperti semula. Kata rekonstruksi juga bisa berarti penyusunan atau penggambaran kembali.
Andi Hamzah dalam Kamus Hukum (2004), mengartikan rekonstruksi sebagai penyusunan kembali, reorganisasi, atau usaha memeriksa kembali kejadian terjadinya delik (tindak pidana) dengan mengulangi peragaan seperti kejadian sebenarnya.
Sementara itu, dikutip dari Kamus Hukum (2003) karya Simorangkir JCT dkk, rekonstruksi adalah pembinaan atau pembangunan baru, maupun pengulangan kejadian.
Misalnya, polisi mengadakan rekonstruksi tindak pidana yang telah terjadi untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai terjadinya tindak pidana tersebut.
Baca juga: Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J: Ferdy Sambo Pakai Baju Tahanan, Putri Candrawathi Baju Putih
Dasar hukum rekonstruksi terdapat dalam Surat Keputusan (SK) Kapolri Nomor: Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana.
Pada Bab III angka 8.3 SK Kapolri tersebut, tercantum empat metode pemeriksaan dalam perkara tindak pidana, antara lain:
Jadi, jika merujuk pada SK Kapolri, rekonstruksi merupakan salah satu metode pemeriksaan yang dilakukan penyidik dalam proses penyidikan suatu perkara tindak pidana.
Adapun pemeriksaan, merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan, dan keidentikan tersangka atau saksi dan/atau barang bukti, maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi.
Sehingga, kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana menjadi jelas.
Dengan begitu, tujuan dari rekonstruksi adalah mendapatkan gambaran yang jelas tentang terjadinya tindak pidana, sekaligus menguji kebenaran keterangan saksi.
Tak hanya itu, melalui rekonstruksi akan diketahui benar atau tidaknya bahwa tersangka adalah pelaku dalam tindak pidana.
Baca juga: Link Live Streaming Rekonstruksi Kasus Pembunuhan Brigadir J
Rekonstruksi juga diatur dalam Pasal 24 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yaitu:
"Dalam hal menguji persesuaian keterangan para saksi atau tersangka, Penyidik/Penyidik Pembantu dapat melakukan rekonstruksi."
Kata "dapat" yang tersemat dalam Pasal 24 ayat (3) menandakan bahwa rekonstruksi bukan suatu kewajiban bagi penyidik.