Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugong Si Sapi Laut Dinyatakan Punah di China, Bagaimana dengan di Indonesia?

Kompas.com - 28/08/2022, 12:05 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dugong, mamalia laut yang menginspirasi kisah Putri Duyung ini dinyatakan punah secara fungsional di China.

Pasalnya, berdasarkan hasil survei selama 5 tahun terakhir di komunitas pesisir China, hanya ada tiga orang yang melaporkan pernah melihat dugong.

Bahkan, seperti diberitakan Kompas.com (24/8/2022), rata-rata warga tidak pernah melihat mamalia ini lagi selama 23 tahun.

Lantas, apa itu dugong? Bagaimana keberadaan mamalia ini di Indonesia?

Baca juga: Dugong, Hewan yang Menginspirasi Kisah Putri Duyung, Punah di China

Mengenal dugong

Dugong atau populer disebut duyung, memiliki nama ilmiah Dugong dugon dan masuk dalam ordo Sirenia dan famili Dugongidae.

Meski di laut, dugong sebenarnya bukanlah ikan. Melainkan, mamalia besar yang memiliki habitat di perairan hangat.

Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), drh Slamet Raharjo menjelaskan, kekerabatan dugong secara genetik lebih dekat dengan gajah dibanding sapi.

Namun demikian, mamalia ini lebih sering disebut sebagai sapi laut.

"Meskipun dia juga sering disebut sapi laut karena cara makan rumput laut seperti sapi yang sedang merumput," ujar Slamet saat dihubungi Kompas.com, Minggu (28/8/2022).

Terpisah, Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Dr Mohammad Mukhlis Kamal menjelaskan, habitat utama dugong adalah perairan laut tropis, termasuk Indonesia.

Dugong hidup berdampingan dengan lamun atau seagrass, tumbuhan air berbunga yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut.

"Mereka hidup berasosiasi dengan habitat lamun, di mana pada habitat ini terdapat beberapa jenis lamun yang menjadi makanan utamanya," kata Mukhlis kepada Kompas.com, Minggu (28/8/2022).

Baca juga: Video Viral Diduga Ikan Duyung di Pantai Ambon, Benarkah Ada?

Morfologi dugong

Dilansir dari laman Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dugong memiliki panjang sekitar 2,4 meter sampai 3 meter dengan berat 230-930 kg.

Mamalia laut ini terlahir dengan warna krem pucat. Namun seiring bertambahnya usia, warna dugong akan menjadi lebih gelap hingga menjadi abu-abu gelap di bagian punggung.

Duyung atau dugong berkulit tebal dengan rambut-rambut pendek di sekujur permukaannya.

Pada bagian dada, dugong memiliki sirip yang panjangnya mencapai 35-45 cm. Sirip pada dugong muda berfungsi sebagai pendorong, sedangkan saat dewasa siripnya berperan sebagai kemudi.

Ekor dugong yang berbentuk homocercal juga memiliki fungsi sebagai pendorong saat berenang.

Adapun, seekor dugong dapat hidup selama 40-70 tahun.

Baca juga: Oarfish Muncul di Cile, Benarkah Tanda Akan Ada Gempa dan Tsunami?

Dugong di Indonesia

Seekor dugong ditemukan mati di perairan Morotai, Maluku Utara. ANTARA/HO PSDKP Ambon Seekor dugong ditemukan mati di perairan Morotai, Maluku Utara.

Slamet mengungkapkan, dugong di Indonesia tersebar dari perairan Sumatera hingga Papua.

Mamalia laut ini juga masuk dalam daftar hewan yang dilindungi menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

"Karena habitatnya di laut dan lebih aktif pada malam hari, sehingga jarang terlihat," kata dia.

Sementara itu, Mukhlis memaparkan, salah satu hasil dari kegiatan Dugong and Seagrass Conservation Program (DSCP) adalah mengidentifikasi lokasi dan sebaran dugong di beberapa wilayah Indonesia.

Wilayah tersebut termasuk Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara.

"Pada ketiga lokasi tersebut berdasarkan pengamatan dengan menggunakan drone, masih terlihat adanya hewan dugong," ungkap dia.

Selain itu, lanjutnya, cara termudah mengidentifikasi keberadaan dugong adalah adanya jejak makan atau feeding tracks di habitat lamun.

Baca juga: Video Viral Ikan Arapaima Ditemukan Usai Banjir di Garut, Ikan Apa Itu?


Ancaman dugong

Berbeda dengan lumba-lumba, dugong cenderung menghindari pertemuan dengan manusia.

Menurut Mukhlis, hewan ini sangat sensitif terhadap kehadiran manusia, sehingga terkadang sulit untuk dijumpai langsung.

"Namun kadang-kadang hewan ini juga sering terperangkap oleh jaring nelayan di perairan pesisir, dan kejadian seperti ini sudah banyak dilaporkan di banyak tempat di Indonesia," ujarnya.

Di sebagian tempat di Indonesia, hewan ini juga masih diburu untuk dikonsumsi dagingnya atau diperjualbelikan.

Padahal, lanjut Mukhlis, dugong merupakan salah satu satwa yang dilindungi.

Sementara itu, dikutip dari laman KKP, pergerakan dugong yang lambat membuat hewan ini mudah terjerat jaring nelayan.

Adapun ancaman utama yang dihadapi dugong, antara lain:

  • Penangkapan yang tidak disengaja pada alat tangkap.
  • Perburuan, baik legal (sanksi budaya) maupun ilegal.
  • Perahu pemogokan dan aktivitas berperahu, misalnya polusi akustik.
  • Kerusakan, modifikasi, atau hilangnya habitat yang disebabkan permukiman manusia di pesisir pantai, pelayaran, maupun proses alami seperti terjadi tsunami.
  • Ancaman terhadap habitat lamun sebagai makanan dugong.
  • Polusi kimia, seperti tumpahan minyak dan muatan logam berat.
  • Perubahan iklim, seperti cuaca ekstrem dan suhu tinggi.

Baca juga: Video Viral Ikan Beku dalam Es Bisa Hidup Lagi, Ini Penjelasan Ahli

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com