BEIJING, KOMPAS.com - Para peneliti menyatakan dugong punah di China, karena hanya tiga orang yang disurvei dari komunitas pesisir di China yang melaporkan melihat mamalia ini dalam lima tahun terakhir.
Dugong atau duyung merupakan mamalia terkait dengan manatee dan dikatakan telah mengilhami dongeng kuno tentang kisah putri duyung dan Siren (peri laut).
Dikenal sebagai raksasa paling lembut di lautan, perilaku dugong yang lambat dan santai ini kemungkinan membuatnya rentan terhadap penangkapan ikan yang berlebihan dan kecelakaan pelayaran.
Baca juga: Nelayan Indonesia Diduga Bunuh 8 Penyu Hijau yang Hampir Punah di Australia
Mamalia ini masih ada di tempat lain di dunia, tetapi menghadapi ancaman serupa.
"Kemungkinan hilangnya dugong di China adalah kerugian yang menghancurkan," kata Prof Samuel Turvey, dari Zoological Society of London (ZSL), yang ikut menulis studi penelitian.
Para ilmuwan di ZSL dan Chinese Academy of Science meninjau semua data sejarah di mana dugong sebelumnya ditemukan di China.
Mereka menemukan tidak ada penampakan dugong yang terverifikasi oleh para ilmuwan sejak tahun 2000.
Para peneliti beralih menggunakan sains publik, dengan mewawancarai 788 anggota masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang teridentifikasi, untuk menentukan kapan masyarakat setempat terakhir melihatnya.
Rata-rata, warga melaporkan tidak pernah melihat duyung selama 23 tahun. Hanya tiga orang yang pernah melihat satu ekor dalam lima tahun terakhir.
Baca juga: Satu-satunya Gletser Tropis Kebanggaan Indonesia Bisa Punah pada 2025
Hal ini membuat para peneliti menyatakan dugong telah punah secara fungsional - yang berarti “tidak lagi layak... untuk menopang dirinya sendiri”, kaya peneliti postdoctoral di ZSL Heidi Ma kepada BBC dilansir pada Rabu (24/8/2022).
Dugong adalah karakter laut yang unik. Dengan berat hampir setengah ton, ini adalah satu-satunya mamalia laut vegetarian.
Meski mirip dalam penampilan dan perilaku dengan manatee, dugong bisa dibedakan dari ekornya yang seperti paus.
Sifatnya yang lembut - tampaknya jinak - telah membuat beberapa orang meyakini bahwa hewan ini mengilhami kisah pelaut kuno tentang putri duyung.
Sayangnya, habitatnya yang dekat dengan pantai di China membuatnya rentan terhadap pemburu di abad ke-20, dengan manusia mencari hewan itu untuk diambil kulit, tulang, dan dagingnya.
Pada 1988, Dewan Negara China sebenarnya sudah mengklasifikasikan dugong sebagai hewan utama yang mendapat perlindungan tingkat satu secara nasional. karena penurunan populasinya yang mencolok.
Baca juga: Misteri Mumi Putri Duyung Berusia 300 Tahun, Berwajah Manusia tapi Berekor Ikan
Baca juga: Badak Terancam Punah Lahir di Kebun Binatang Ceko, Dinamai Kyiv
Tetapi para peneliti meyakini bahwa perusakan habitat dugong yang berkelanjutan - termasuk kurangnya padang lamun untuk pakan - telah menyebabkan "kehancuran populasi yang cepat".
Program Lingkungan PBB memperkirakan bahwa 7 persen habitat lamun hilang secara global setiap tahun karena polusi industri dan pertanian, pembangunan pesisir, penangkapan ikan yang tidak diatur, dan perubahan iklim.
Prof Turvey mengatakan kepunahan dugong di China harus menjadi peringatan bagi daerah lain yang menampung duyung - termasuk Australia dan Afrika Timur.
Dia menyebutnya sebagai "pengingat serius bahwa kepunahan dapat terjadi sebelum tindakan konservasi yang efektif dikembangkan".
Spesies ini ditemukan di 37 wilayah tropis lainnya di dunia - khususnya perairan pantai dangkal di Samudra Pasifik India dan barat - tetapi diklasifikasikan sebagai "rentan" dalam daftar merah jenis hewan terancam punah oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN).
Baca juga: Koala Australia Terancam Punah, Apa Sebab?
Negara-negara saat ini bertemu di New York untuk menandatangani perjanjian laut PBB baru yang akan menempatkan 30 persen lautan dunia sebagai kawasan lindung.
"Dugong adalah contoh menyedihkan dari apa yang terjadi pada lingkungan laut di mana ada peningkatan perambahan aktivitas manusia," kata Kristina Gjerde, penasihat kebijakan laut lepas untuk IUCN kepada BBC.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.