Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Gunung Krakatau Meletus, Menggelapkan Langit dan Menurunkan Suhu Dunia

Kompas.com - 27/08/2022, 11:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini 139 tahun lalu, tepatnya 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau di Pulau Rakata, perairan Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatera, meletus.

Dikutip dari Harian Kompas, 26 Januari 2018, letusan Krakatau kala itu merupakan yang terkuat dalam sejarah, dengan level 6 skala Volcanic Explosivity Index (VEI).

Bahkan, letusan Gunung Krakatau disebut berkekuatan 21.574 kali daya ledak bom atom yang meleburkan Hiroshima, Jepang, saat Perang Dunia II.

Puncak rangkaian letusan

Letusan Gunung Krakatau tak hanya melenyapkan Pulau Krakatau, tetapi juga menghancurkan kehidupan di pesisir Banten dan Lampung.

Dikutip dari Kompas.com, 26 Agustus 2021, Krakatau telah menunjukkan peningkatan aktivitas pertama setelah lebih dari 200 tahun pada 20 Mei 1883.

Sebuah kapal perang Jerman yang melintas melaporkan adanya awan dan debu setinggi 7 mil di atas Krakatau.

Dua bulan usai laporan itu, letusan serupa disaksikan oleh kapal komersial serta penduduk Jawa dan Sumatera.

Namun kala itu, aktivitas vulkanik Gunung Krakatau justru disambut gembira oleh penduduk. Hal ini lantaran masih minimnya pengetahuan masyarakat terkait kebencanaan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Letusan Gunung Krakatau Terdahsyat Dimulai

Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12/2018). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 Wib dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut).ANTARA FOTO/BISNIS INDONESIA/NURUL HIDAYAT Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12/2018). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 Wib dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut).

Hingga pada 26 Agustus 1883, tepatnya saat sore hari, kegembiraan masyarakat lenyap seiring ledakan dahsyat dari Gunung Krakatau.

Begitu dahsyatnya, letusan ini bahkan terdengar hingga Australia Tengah yang berjarak 3.300 km dari titik ledakan, serta Pulau Rodriguez, kepulauan di Samudera Hindia yang berjarak 4.500 km.

Diberitakan Harian Kompas, 27 Agustus 1981, esoknya di tanggal 27 Agustus 1883 pukul 10.52, ledakan dahsyat kembali terjadi hingga menghancurkan dua pertiga bagian utara pulau itu.

Runtuhnya Krakatau pun memicu tsunami besar yang melanda garis pantai di dekatnya.

Baca juga: Lukisan The Scream, Kecemasan Edvard Munch, dan Senja Merah Krakatau


Gangguan cuaca dunia

Pada 27 Agustus pula, batu dan abu halus disemburkan ke angkasa hingga mencapai setinggi 70-80 km.

Pekatnya abu vulkanik mengakibatkan sinar matahari tak mampu menembusnya. Bagian selatan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa pun menjadi gelap gulita.

Tak hanya itu, abu juga menutupi atmosfer dan berakibat pada turunnya suhu di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat, Jepang dan Eropa.

Halaman:

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com