Oleh: Zen Wisa Sartre dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com – Bukan lagi hal yang asing bahwa dinasti politik memang terjadi di Indonesia. Bisa dikatakan dinasti politik di Indonesia bukan sekadar fenomena, melainkan tradisi.
Tradisi dinasti politik ini merupakan dampak dari budaya feodalisme sebelum Indonesia menjadi negara kesatuan, masih berbentuk kerajaan yang menganut patrimonialisme, yaitu bentuk dominasi politik.
Contoh yang paling dekat dapat dilihat pada relasi keluarga. Bapak dalam keluarga dipandang sebagai pemilik kekuasaan dan pengambil keputusan utama, sementara anggota lain akan mengikutinya.
Pada skala yang lebih luas, sosok “bapak” ini merujuk pada kaum elite politik yang ingin mempertahankan kekuasaannya.
Aiman Witjaksono, Jurnalis KompasTV, dalam siniarnya bertajuk “Eksistensi Dinasti Politik Di Indonesia” memaparkan kontestasi dinasti politik Indonesia dan dampaknya.
Semenjak berakhirnya Orde Baru, Indonesia memulai pemerintahan era baru yang dikenal dengan reformasi. Reformasi dielu-elukan karena membawa ideologi yang selama ini terkekang, yaitu demokrasi.
Pada masa Orde Baru, kekuasaan terpusat, ruang gerak dan berpendapat dibatasi, itu sebabnya demokrasi sangat diinginkan masyarakat. Namun, meski sudah 24 tahun, benarkah pemerintahan baru itu berhasil melaksanakan demokrasi?
Tentu, mempermasalahkan demokrasi tidak akan lepas dari dinasti politik yang bertolak belakang dengan prinsip reformasi. Dinasti politik dianggap sebagai dampak dari lemahnya lembaga partai dan tidak berjalannya fungsi partai politik.
Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Saat Mendapat Surat Tilang ETLE?
Hal tersebut menimbulkan kecenderungan menguatnya kekerabatan dalam birokrasi yang kerap dikenal sebagai nepotisme. Pasalnya, “empu”-nya partai bisa saja lebih mengutamakan kerabatnya dibanding calon lain yang lebih kompeten.
Sejatinya, akan selalu ada dinasti politik dalam tubuh demokrasi Indonesia. Karena setiap warga Indonesia memiliki hak untuk mencalonkan diri bahkan sebagai presiden sekalipun, termasuk seseorang yang memiliki kerabat di pemerintahan.
Bisa dikatakan praktik dinasti politik adalah wujud dari aji mumpung atau privilese yang dimiliki seseorang. Hal ini dapat menyebabkan kekuasaan hanya berpusat pada keluarga (dinasti) tertentu.
Dinasti politik dapat dilihat dari keluarga yang memegang jabatan-jabatan strategis, mulai dari yang terkecil, seperti RT/RW, hingga pada taraf trias politica dalam struktur ketatanegaraan.
Menilik kembali Pilkada Solo pada 2020. Saat itu, putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon Walikota Solo yang diusung PDI Perjuangan, Gibran harus membuktikan dirinya bukanlah upaya membangun dinasti politik.
Kemudian ada Puan Maharani, anak Megawati Soekarnoputri, yang sekarang menjabat sebagai Ketua DPR.
Tidak dimungkiri hadirnya Gibran dan Puan Maharani menyebabkan situasi memanas karena kekhawatiran masyarakat atas adanya dinasti politik.
Akan tetapi, dinasti politik tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di belahan dunia lain. Sebut saja Joseph P. Kennedy III yang meneruskan dinasti politik Kennedy di Amerika Serikat.
Baca juga: Kebiasaan Penting yang Sudah Diajarkan sejak Sekolah
Lantas, mengapa dinasti politik di Indonesia dipermasalahkan, sementara di Amerika Serikat tidak? Dalam siniarnya, Aiman merangkum banyak jawaban, seperti di Amerika Serikat sistemnya sudah lebih stabil, sementara di Indonesia masyarakat masih khawatir akan timbulnya praktik nepotisme.
Dengan memiliki jejaring politik di pemerintahan bisa memudahkan investasi atau proyek diloloskan sehingga menyebabkan kesempatan menjadi tidak merata.
Selain itu, dinasti politik dipandang sebagai jalan pintas bagi partai tertentu atau elite politik untuk memenangkan kontestasi atau membuat rezim. Dinasti politik erat kaitannya dengan keuntungan pihak tertentu yang memiliki hubungan dengan pemangku kekuasaan dalam pengambilan kebijakan.
Selain itu, dinasti politik dapat menyebabkan terbentuknya birokrasi patrimonial, yaitu hubungan birokrasi antara patron dan klien yang sifatnya pribadi. Karenanya, hubungan birokrasi yang harusnya professional malah menjadi ajang pertukaran kepentingan.
Apabila dinasti politik terus berkembang tanpa ada pengawasan dan sistem yang jelas, maka kontestasi politik, seperti Pilkada dan Pemilu, dapat menjadi ajang memperebutkan atau mempertahankan kekuasaan.
Baca juga: Pentingnya Rekor MURI bagi Masyarakat Indonesia
Oleh karena itu, harus ada sistem yang jelas dan terstruktur yang dapat dicapai melalui perundang-undangan, kontrol publik, dan pers.
Dengarkan investigasi-investigasi eksklusif dan menarik lainnya yang dilakukan Aiman dalam siniar Aiman Witjaksono.
Ikuti siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap episode terbarunya. Akses sekarang juga episodenya melalui tautan berikut https://dik.si/aiman_dinasti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.