Terkait usulan cuti 6 bulan bagi ibu melahirkan dalam RUU KIA, pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Gabriel Lele menilai pemerintah harus bisa mengelola dilema yang ada.
“Ada dilema yang harus dikelola pemerintah antara perlindungan perempuan atau ibu dengan produktivitas usaha,” ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (19/6/2022).
Gabriel mengingatkan, dari kacamata perlindungan perempuan, kebijakan ini bagus, tetapi harus pula diseimbangkan dengan kebutuhan industri.
“Jauh lebih baik jika pemerintah memberi waktu cuti 1 tahun, sehingga masa kosong itu bisa diisi tenaga yang lain dulu sebelum ibu melahirkan diaktifkan kembali,” kata Dia.
Namun, jika kebijakan cuti melahirkan 6 bulan tetap dijalankan, Gabriel menyarankan, untuk ibu melahirkan, harus ada skema subsidi atau proteksi selama cuti.
Kemudian, pengaturan di perusahaan supaya tidak ada diskriminasi ke depan, tetapi di saat yang sama bisnis tetap normal.
Selanjutnya, harus ada pengaturan agar tidak ada diskriminasi terhadap rekrutmen perempuan dengan ditegakkannya merit system. Rekrutmen diutamakan berdasarkan kompetensinya.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan, pihaknya menyambut baik upaya RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
Andy dan tim Komnas Perempuan juga mengaku sudah mencermati isi dari RUU KIA.
"Komnas Perempuan mengapresiasi usulan cuti hamil dan melahirkan selama 6 bulan sebagai bagian dari upaya menguatkan hak maternitas perempuan, dimana 3 bulan pertama tetap dibayarkan upah 100 persen dan 3 bulan berikutnya 75 persen," ujar Andy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/6/2022).
Namun Komnas Perempuan juga mengingatkan bahwa penerapannya membutuhkan alokasi anggaran yang cukup dan mensyaratkan pengawasan yang ketat, mengingat berbagai pelanggaran yang terjadi terhadap UU Ketenagakerjaan selama ini.
"Komnas Perempuan melihat aturan tersebut dapat berpotensi menjadi penghambat hak bekerja perempuan yang juga dilindungi oleh undang-undang," kata Andy.
Karena itu pihaknya juga ingin memastikan bahwa korporasi untuk tunduk pada aturan, termasuk tidak melakukan pembatasan kesempatan kerja pada masa rekrutmen tenaga kerja perempuan.
"Perlu dilengkapi dengan langkah afirmasi tambahan untuk memastikan pengambilan cuti ini tidak akan mempengaruhi kesempatan pengembangan karir," jelas dia.
(Sumber: Kompas.com/Nur Rohmi Aida, Mita Amalia Hapsari | Editor: Rendika Ferri Kurniawan, Irfan Maullana).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.