Pulang dari AS, mereka mentransformasikan ilmu yang didapat kepada Soewoto Soekendar, Suti Harsono, dan Kusnidar.
Joem Soemarsono yang juga seorang teknisi pesawat helikopter dibantu oleh beberapa teknisi lainnya merawat pesawat-pesawat yang sudah dimiliki TNI AU.
Baca juga: Spesifikasi Helikopter Serbu Mi-35P TNI AD Buatan Rusia, Dipersenjatai Rudal Anti-Tank
Untuk mewadahi helikopter yang sudah ada, dibentuklah Skadron Percobaan Helikopter.
Dengan bertambahnya jumlah pesawat dan penerbang helikopter, kemudian Skadron Percobaan Helikopter ditingkatkan menjadi Skadron Helikopter, sekaligus sebagai kesatuan di bawah Komando Group Komposisi (KGK).
Skadron ini berkedudukan di Pangkalan Angkatan Udara Husein Sastranegara dan diresmikan pada 20 Juni 1957 serta mengangkat Letnan Udara Ir. Soemarsono menjadi Komandan Skadron.
Dengan peningkatan status ini, meningkat pula peran helikopter dalam mendukung tugas-tugas negara, baik operasi militer perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP).
Walhasil, penambahan armada helikopter menjadi skala prioritas dalam mengembangkan kekuatan AURI saat itu, yakni dengan mendatangkan berbagai jenis pesawat dari negara-negara Blok Timur.
Antara lain dengan membeli helikopter jenis SM-1 dari Polandia sebanyak delapan unit, yang mulai berdatangan medio 1958-1959.
Baca juga: Spesifikasi Helikopter Mi-24 Rusia yang Videonya Viral Ditembak Tentara Ukraina
Kedatangan helikopter SM-1 di Indonesia, juga membawa seorang instruktur terbang bernama Richard Widskorsky yang mendidik dan melatih dua orang pilot TNI AU, yakni Soewoto Soekendar dan Ashadi Tjahjadi untuk mengawaki SM-1.
Dengan semakin banyaknya helikopter yang memperkuat TNI AU, pada 1961 Skadron Helikopter ditingkatkan menjadi Skadron 6 Helikopter dengan kekuatan helikopter SM-1 dan helikopter lainnya.
Sejak menjadi kekuatan TNI AU, helikopter SM-1 beberapa kali melaksanakan kegiatan operasi dan latihan, yaitu:
Baca juga: Spesifikasi KRI Ajak-653: Kapal Cepat Torpedo TNI AL, Ini Persenjataannya!
Masa bakti SM-1 di Tanah Air tak berlangsung lama seperti halnya pesawat terbang dan helikopter yang didatangkan dari Blok Timur lainnya.
Masalah sulitnya pengadaan suku cadang menjadi penyebab seluruh SM-1 dinyatakan non operasional pada 1970.
Dari delapan unit yang ada, masih tersisa sebuah SM-1 dengan tail number H-121, yang kemudian dijadikan monumen di gerbang masuk Lanud Atang Sendjaja, Bogor.
Setelah puluhan tahun menjadi monumen dan identitas Lanud Atang Sendjaja, pesawat SM-1 kemudian direlokasi ke Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta, sebagai benda sejarah yang perlu disimpan dan diabadikan untuk dikenang sepanjang masa sekaligus sebagai bahan pembelajaran, baik oleh generasi penerus bangsa maupun TNI AU.
Hal itu berdasarkan instruksi Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P pada Agustus 2017.
Baca juga: Spesifikasi KRI Tombak-629, Kapal Perang TNI AL Produksi Dalam Negeri, Intip Kecanggihannya!
Baca juga: Spesifikasi KRI Sultan Iskandar Muda-367, Kapal Perang TNI AL Berteknologi Mutakhir!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.