KOMPAS.com - Eijkman Institute atau Lembaga Eijkman adalah salah satu lembaga penelitian paling bergengsi dan diakui secara internasional yang pernah berdiri di Indonesia.
Sejarah Lembaga Eijkman dilansir dari situs resmi Eijkman Institute, telah ada sejak 1888 sebagai tempat lahir Ilmu Vitamin dan Kedokteran Tropis di Hindia Belanda.
Lembaga ini bermula dari yayasan pada 1888 sebagai Laboratorium Penelitian untuk Patologi dan Bakteriologi.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBM Eijkman) adalah salah satu lembaga yang diintegrasikan ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Mulai tanggal 1 Januari 2022, kegiatan deteksi COVID-19 di PRBM Eijkman akan diambil alih oleh Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Selamat Tahun Baru 2022.
Salam sehat,
WASCOVE.Bersama, kita pulih kembali.
— Eijkman Institute (@eijkman_inst) December 31, 2021
Kami Pamit. pic.twitter.com/ZzWGRUcuQD
Selanjutnya, nama LBM Eijkman per September 2021 juga diubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
“Masuknya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman kepada BRIN yang menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman maka kompetensi para periset biologi molekuler akan semakin meningkat,” ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko.
Selanjutnya, fasilitas penelitian yang selama ini berada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), nantinya akan dipusatkan di Gedung Genomik di Cibinong Science Center (CSC), yang merupakan fasilitas penelitian yang selama ini milik Kementerian Kesehatan.
Baca juga: BRIN Hendak Pindahkan Eijkman ke Cibinong, Peneliti Ungkap Keberatan
Lembaga Eijkman (Eijkman Institute) menggunakan nama Christiaan Eijkman, sang direktur pertama pada lembaga penelitian tersebut sekaligus pemenang Hadiah Nobel pada akhir abad ke-19.
Dikutip dari situs resmi Nobel Prize, Christiaan Eijkman lahir pada 11 Agustus 1858 di Nijkerk, Belanda (Gelderland atau The Netherlands) dan meninggal pada 5 November 1930 di Utrecht, Belanda.
Chistiaan Eijkman memenangkan Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran bersama Sir Frederick Hopkins pada 1929 karena penemuannya akan vitamin.
Baca juga: Ada 3 Varian Virus Corona Asli Indonesia, Apakah Berbahaya? Ini Kata Kemenkes dan Eijkman