Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gejala Penyakit Misterius yang Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan

Kompas.com - 31/12/2021, 09:41 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tengah menyelidiki penyakit misterius yang menyerang wilayah bagian utara Sudan Selatan di Afrika. 

Dilaporkan hampir 100 ratus orang tewas di Fangak, negara bagian Jonglei di bagian utara Sudan Selatan karena penyakit yang tidak terdiagnosis, menurut pernyataan pers baru-baru ini. 

Baca juga: Penyakit Misterius Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan, Masih dalam Penyelidikan WHO

Gejala penyakit misterius di Sudan Selatan

Dilansir dari ABC News, sejumlah gejala yang menyertai penyakit misterius di Sudan tersebut yakni:

  • Batuk
  • Diare
  • Demam
  • Sakit kepala
  • Nyeri dada
  • Nyeri sendi
  • Kehilangan nafsu makan
  • Kelemahan tubuh. 

Sebelumnya pada 13 November 2021, Kementerian Kesehatan Sudan Selatan menerima laporan beberapa kematian yang menimpa anak-anak usia satu hingga 14 tahun serta orang tua dengan gejala demam tinggi, muntah, kelelahan, nyeri sendi, kehilangan nafsu makan, dan nyeri pada dada tanpa penyebab yang tidak diketahui.

WHO kemudian menguji sampel dari pasokan air untuk mengetahui apakah penyakit kemungkinan merupakan kolera, namun hasilnya negatif. 

"Wilayah Fangak adalah salah satu lokasi yang paling terkena dampak banjir di Sudan Selatan pada tahun 2021. Itu telah meningkatkan beban penyakit penyakit endemik umum seperti malaria, diare akut antara lain," tulis pernyataan WHO. 

Banjir ekstrem ini adalah bencana alam terburuk dalam 60 tahun terakhir, menyebabkan lebih dari 200.000 orang mengungsi dari rumah mereka.

Baca juga: Muncul Penyakit Misterius yang Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan, WHO Lakukan Penyelidikan

 

Potensi wabah setelah banjir

 

Kelompok bantuan kemanusiaan Médecins Sans Frontires (MSF), atau Doctors Without Borders, mencatat dalam sebuah pernyataan bulan lalu bahwa ini banjir menciptakan potensi munculnya wabah penyakit. 

"Orang-orang tidak memiliki cukup air atau pilihan untuk penyimpanan air, dan tidak ada pengumpulan sampah, sementara kambing dan anjing mati dibiarkan membusuk di sistem drainase," tambah pernyataan itu dikutip dari Foxnews. 

"Dengan kondisi yang semakin diperburuk oleh masuknya pendatang baru [di kamp], orang-orang berisiko lebih tinggi terkena wabah dan penyakit yang ditularkan melalui air seperti diare akut, kolera , dan malaria," jelas penyataan tersebut. 

Kementerian Kesehatan Sudan Selatan menyebutkan, kematian karena penyakit yang masih misterius itu sebagian besar dilaporkan terjadi pada tua dan anak-anak usia 1 sampai 14 tahun.

Baca juga: WHO Selidiki Penyakit Misterius yang Tewaskan Hampir 100 Orang Sudan

Komisaris wilayah Fangak Biel Boutros Biel mengatakan bahwa kematian baru terjadi pada orang tua.

Beil menyebut saat ini tim WHO telah kembali, namun menurutnya WHO belum mengkomunikasikan temuan kepada pejabat setempat.

Beil mengatakan bahwa beberapa organisasi non-pemerintahan saat ini telah mengirimkan pasokan medis ke Fangak dan sedang dalam proses mendirikan klinik keliling untuk membantu merawat orang.

Adapun Collins Boakye-Agyemang yang merupakan juru bicara WHO Afrika hanya mengatakan badan tersebut mulai menyelidiki wabah pada bulan November.

 Baca juga: Update Corona 31 Desember: Berikut Ini Efek Vaksin Pfizer pada Anak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Video Viral Anak Kecil Menangis di Pinggir Waduk Usai Ayahnya Tenggelam, Ini Kata Polisi

Video Viral Anak Kecil Menangis di Pinggir Waduk Usai Ayahnya Tenggelam, Ini Kata Polisi

Tren
'Chicha': Minuman Fermentasi dari Campuran Air Liur Manusia

"Chicha": Minuman Fermentasi dari Campuran Air Liur Manusia

Tren
Kronologi Penangkapan Pegi, Tersangka Kasus Pembunuhan Vina Cirebon yang Buron 8 Tahun

Kronologi Penangkapan Pegi, Tersangka Kasus Pembunuhan Vina Cirebon yang Buron 8 Tahun

Tren
Produk Susu Nol Gula Sukrosa tapi Tinggi Laktosa, Sehatkah Dikonsumsi?

Produk Susu Nol Gula Sukrosa tapi Tinggi Laktosa, Sehatkah Dikonsumsi?

Tren
7 Penyebab Sembelit pada Kucing Peliharaan, Pemilik Wajib Tahu

7 Penyebab Sembelit pada Kucing Peliharaan, Pemilik Wajib Tahu

Tren
Ramai Keluhan SPBU Eror untuk Isi Pertalite dan Biosolar, Pertamina Jelaskan Penyebabnya

Ramai Keluhan SPBU Eror untuk Isi Pertalite dan Biosolar, Pertamina Jelaskan Penyebabnya

Tren
Daftar Negara yang Memiliki Hak Veto di Dewan Keamanan PBB

Daftar Negara yang Memiliki Hak Veto di Dewan Keamanan PBB

Tren
Bisakah Peserta BPJS Kesehatan Langsung Berobat ke Rumah Sakit Tanpa Rujukan?

Bisakah Peserta BPJS Kesehatan Langsung Berobat ke Rumah Sakit Tanpa Rujukan?

Tren
Buntut Film Dokumenter “Burning Sun”, Stasiun TV Korsel KBS Ancam Tuntut BBC

Buntut Film Dokumenter “Burning Sun”, Stasiun TV Korsel KBS Ancam Tuntut BBC

Tren
8 Perawatan Gigi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024, Termasuk Scaling

8 Perawatan Gigi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024, Termasuk Scaling

Tren
Gagal Tes BUMN karena Tidak Memenuhi Syarat atau Terindikasi Curang, Apa Penyebabnya?

Gagal Tes BUMN karena Tidak Memenuhi Syarat atau Terindikasi Curang, Apa Penyebabnya?

Tren
Berada di Tingkat yang Sama, Apa Perbedaan Kabupaten dan Kota?

Berada di Tingkat yang Sama, Apa Perbedaan Kabupaten dan Kota?

Tren
Biaya Kuliah UGM Jalur Mandiri 2024/2025, Ada IPI atau Uang Pangkal

Biaya Kuliah UGM Jalur Mandiri 2024/2025, Ada IPI atau Uang Pangkal

Tren
Irlandia, Spanyol, dan Norwegia Akui Negara Palestina, Israel Marah dan Tarik Duta Besar

Irlandia, Spanyol, dan Norwegia Akui Negara Palestina, Israel Marah dan Tarik Duta Besar

Tren
Ramai soal Salah Paham Beli Bensin di SPBU karena Sebut Nilai Oktan, Ini Kata Pertamina

Ramai soal Salah Paham Beli Bensin di SPBU karena Sebut Nilai Oktan, Ini Kata Pertamina

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com