Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Terjadi jika Presidential Threshold 20 Persen Dihapus?

Kompas.com - 15/12/2021, 20:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen digugat oleh mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (14/12/2021) gugatan itu dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh kuasa hukum Gatot, Refly Harun dan Salman Darwis.

Refly mengungkapkan, penggunaan ambang batas untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden potensial mengamputasi salah satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin masa depan.

"Karena telah mengakibatkan pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa (presiden dan wakil presiden) yang dihasilkan partai politik peserta pemilihan umum," kata Refly dalam surat permohonan.

Baca juga: Layangkan Gugatan ke MK, Gatot Nurmantyo Minta Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen Dihapus

Pasal yang digugat

Pasal yang digugat oleh Gatot adalah Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur mengenai presidential threshold.

Pasal tersebut menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Kebebasan menentukan pemimpin

Pengajar komunikasi politik Universitas Paramadina sekaligus pendiri Survei KedaiKOPI Hendri Satrio mengatakan, gugatan Gatot Nurmantyo kepada MK agar presidential threshold dihapuskan sah-sah saja dilakukan.

Secara pribadi, Hendri mengatakan bahwa ia sepakat jika ambang batas pencalonan presiden yang selama ini diterapkan sebaiknya dihapus.

Baca juga: Muhaimin: Cita-cita PKB Presidential Threshold 5 Persen, Maksimal 10 Persen

"Saya sih begini prinsipnya, indahnya demokrasi itu jangan dibatasi," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/12/2021).

Menurut Hendri, agar demokrasi atau kebebasan menentukan pemimpin dalam pemerintahan tidak dibatasi, baik presidential threshold maupun parliamentary threshold harus dihapuskan.

"Mari kita bicara tentang presidential (threshold) dulu. Kalau dibatasi, maka yang bisa maju itu bukan ditentukan oleh rakyat, tapi ditentukan oleh sang pemegang tiket (partai politik) dan threshold ini pun pada akhirnya membuat ongkos politiknya mahal," kata Hendri.

"Akhirnya hanya calon-calon yang punya isi tas aja yang dipersepsikan bisa maju. Makanya sebaiknya dihapus aja," ujar dia.

Baca juga: Gatot Nurmantyo Minta Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Demokrat: Rakyat Berhak Dapat Banyak Pilihan Capres

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Tren
Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Tren
Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Tren
Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Tren
9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

Tren
MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

Tren
Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Tren
Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tren
Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Tren
Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Tren
Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Tren
China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

Tren
Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Tren
Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Tren
Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com