Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan KIPI soal Pria di Malang Mengaku Penglihatannya Kabur Setelah Disuntik Vaksin

Kompas.com - 04/12/2021, 19:15 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), M.TropPaed. menjelaskan, yang dialami oleh pria di Malang setelah vaksinasi itu adalah optic neuritis.

Hindra menanggapi pernyataan seorang pria di Malang yang mengaku penglihatannya kabur setelah disuntik vaksin Covid-19.

"Diagnosisnya optic neuritis. Artinya infeksi pada nervus optikus, saraf mata. Penyebabnya bisa macam-macam. Jadi ada proses inflamasi, ada proses peradangan pada si saraf tersebut sehingga mengganggu penglihatan," kata Hindra, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (4/12/2021).

Seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (2/12/2021), pria itu divaksin AstraZeneca pada 3 September 2021. Berdasarkan hasil screening sebelum disuntik vaksin, kondisi pria itu normal.

Setelah melewati masa pengamatan, pria itu tidak mengalami gejala apa pun.

Akan tetapi, ketika pulang, dia merasa mual dan muntah. Pada malam harinya, penglihatannya kabur. Saat itu, ia mengira sedang mengantuk.

Baca juga: Moderna dan Pfizer Siapkan Vaksin Khusus Varian Omicron

Pemeriksaan 

Hindra mengatakan, pria itu mengeluh tentang penglihatannya dan kemudian dilakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Saiful Anwar.

Menurut Hindra, pemeriksaan lengkap dilakukan terhadap pasien itu.

Ia menekankan, kejadian tersebut tidak membuktikan bahwa vaksinasi Covid-19 dapat membuat orang kehilangan penglihatan.

"Ini belum cukup bukti bahwa ini pasti gara-gara vaksinasi. Sebelum vaksinasi sudah ada (optic neuritis). Belum ada cukup bukti untuk dinyatakan adanya keterkaitan dengan vaksin. Vaksin ini aman dan dapat digunakan," kata Hindra.

Ia memaparkan, para ahli berteori atau hipotesis, apa yang dialami pria itu diduga karena reaksi autoimun. Akan tetapi, hal itu perlu dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut.

Diduga, tubuh pria tersebut merespons dengan merusak sel opticus ketika divaksin. Namun, setelah diteliti, yang terjadi bukan autoimun.

Pengujian apakah ada penggumpalan darah atau tidak juga dilakukan karena itu pernah dikaitkan dengan vaksin AstraZeneca. Hasilnya, tidak ada penyumbatan atau penggumpalan darah.

Hindra mengatakan, tim di Rumah Sakit Saiful Anwar kemudian memberikan terapi untuk peradangan tersebut berupa obat-obat anti inflamasi atau anti radang.

"Setelah 5 hari, penglihatannya berangsur pulih. Kondisinya sekarang sudah pulih. Jadi kita ambil kesimpulan ini diagnosisnya optic neuritis," kata Hindra. 

"Dari laporan-laporan di artikel, jurnal memang ada satu dua laporan di dunia tentang adanya kasus optik neuritis setelah vaksinasi Covid-19," lanjut dia.

Akan tetapi, hal itu masih dalam tataran teori, apakah yang terjadi adalah autoimun atau adanya molekul dari vaksin yang bentuknya seperti benda asing sehingga dicurigai tubuh dengan berlebihan.

Pihaknya saat ini tengah melakukan pemantauan di 14 rumah sakit di seluruh Indonesia mengenai penyakit yang berpotensi terkait dengan vaksin. Pemantauan dilakukan selama setahun.

Baca juga: Ada Varian Omicron, Apakah Pemerintah Akan Percepat Vaksin Booster untuk Kelompok Rentan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com