Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Yang Blangsak dan yang Tajir di Masa Pandemi

Kompas.com - 14/09/2021, 06:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mungkin mereka berpikir, pekerjaan-pekerjaan yang disebutkan di atas identik dengan kemakmuran. Faktanya memang demikian kalau mengacu pada analisis KPK berdasarkan LHKPN di atas.

Saya jadi teringat kisah seorang nenek asal Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang bernama Sumiati (72). Ia menabung selama 15 tahun, menyisihkan pendapatannya sebagai penyapu jalanan dan berjualan kopi "sachetan". Hasinya, seekor sapi dan seekor kambing untuk berkurban di Idhul Adha tahun kemarin (Kompas.com, 30 Juli 2020).

Baca juga: Kisah Nenek Penyapu Jalan Kurban Sapi dan Kambing Hasil Menabung 15 Tahun

Secara ekonomi, Sumiati bukan orang kaya. Tapi, ia menjadi "orang kaya" di mata Sang Khalik. Kerelaan berkurban di tengah kesulitan hidup warga saat pandemi sungguh begitu bermakna.

Kadang kita terlalu pelit bahkan suka "hitung-hitungan" kepada Pemilik Kehidupan. Operasi plastik hidung di New York, AS sanggup dilakukan, medichal check-up rutin ke Singapore bisa, tetapi begitu berkurban atau menyumbang untuk warga yang tertimpa kesulitan hidup kerap kita abaikan.

Alkisah, ada seorang sahabat yang begitu berniat memberangkatkan orang tuanya berhaji. Sebagai dosen dengan penghasilan pas-pasan, dia rela mengambil jatah mengajar banyak di berbagai kampus. Dari kelas pagi hingga kelas terakhir, dari hari Senin hingga Jumat, sahabat saya ini begitu "on" saat mengajar di ruang kelas.

Saya bertanya, vitamin atau jamu apa yang diminumnya sehingga sanggup mengajar bak dosen power rangers ini?

Ia menjawab enteng. Vitaminnya adalah kerelaan dan jamunya adalah ibadah. Saya terhenyak sekaligus malu dengan diri saya sendiri yang jarang minum vitamin dan jamu milik sahabat saya ini.

Sahabat saya ini akhirnya sanggup memberangkatkan haji untuk orang tuanya dan mengumrohkan mertuanya yang sudah berhaji sebelumnya.

Sahabat saya ini sudah berhaji sebelum orangtuanya. Bahkan menjalankan umroh saban tahun sebelum pandemi datang.

Setiap ada rezeki, dia berusaha memberangkatkan kerabat dan temannya untuk umroh. Untuk teman yang beragama non muslim, dia berikan dana sebesar biaya umroh

Kita butuh asupan vitamin dan jamu seperti yang ditenggak sahabat saya ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com