Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Covid-19 di Banyak Daerah Mulai Landai, Ini Catatan Epidemiolog

Kompas.com - 20/08/2021, 19:45 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Satgas Covid-19 mengklaim perkembangan kasus Covid-19 di tingkat nasional telah menunjukkan perubahan.

Menurut Satgas Covid-19, kasus positif, kematian, dan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR), menurun dalam kurun 3-4 minggu terakhir.

Dalam keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19, Kamis (19/8/2021), Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, adanya perbaikan kasus positif pada 25 dari 34 provinsi atau 73 persen dari seluruh provinsi.

Salah satu provinsi yang mengalami penurunan kasus adalah DKI Jakarta. Dilihat dari data zonasi risiko per 15 Agustus 2021, seluruh wilayah di Ibu Kota sudah lepas dari status zona merah.

Penurunan kasus ini juga diikuti dengan menurunnya angka positivity rate dari 23,57 persen pada 2-8 Agustus 2021, menjadi 21,48 persen pada 9-15 Agustus atau turun sebesar 2,09 persen.

"Ini adalah perkembangan yang sangat baik karena, artinya sebagian besar provinsi di Indonesia sudah mengalami perbaikan dan sudah dapat mengendalikan penularan," kata Wiku dikutip dari laman covid19.go.id, Kamis (19/8/2021).

Baca juga: Situasi Covid-19 Kian Kritis, Epidemiolog: Kalau Cuma Begini-begini Saja, Kita Akan Hancur...

Perlu hati-hati...

Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan, penurunan kasus ini harus disikapi secara hati-hati.

Menurut dia, tren kasus memang sedang menurun, akan tetapi, hal itu karena rendahnya testing dan tracing.

"Dan test positivity rate kita masih belum di 5 persen, atau yang di bawah 10 persen kan juga baru DKI Jakarta," ujar dia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/8/2021).

"Jadi artinya klaim penurunan ini di tengah situasi yang masih buruk dan belum meyakinkan, karena masih terlalu banyak kasus infeksi di masyarakat yang tidak terdeteksi, dan ini akan menyebabkan tingginya angka kematian," ujar Dicky.

Dicky menjelaskan, meskipun sejumlah wilayah tak lagi menyandang status zona merah karena kasus yang menurun, seperti DKI Jakarta, bukan berarti wilayah itu telah aman dari penularan.

Baca juga: Apakah Virus Marburg Berpotensi Masuk ke Indonesia? Ini Kata Epidemiolog

Sebaliknya, masih sangat rawan terjadi penularan baik yang terdeteksi maupun yang tidak, mengingat testing dan tracing belum diterapkan secara optimal.

"Meskipun ini zona hijau, tapi itu lemah, zona hijau yang lemah. Menurut saya, masih sangat rawan karena bukan hanya 3T-nya yang jauh dari standar, tapi juga vaksinasinya juga masih belum dalam kategori yang kita bisa confidence," papar dia.

Selain itu, kata Dicky, penurunan kasus ini jangan disikapi untuk segera melakukan pelonggaran secara drastis.

Menurut dia, pelonggaran bisa saja dilakukan secara bertahap dan pertimbangan matang.

"Ujiannya dari konsistensi dan komitmen tahapan-tahapan dari pelonggaran itu ya saat ini, karena Indonesia selama ini enggak pernah lulus," kata Dicky.

"Karena sedikit aja perbaikan, pelonggaraannya jauh lebih besar dari pengetatannya, ini kebiasaan yang akhirnya membuat Indonesia makin lama terkendalinya," kata Dicky.

Baca juga: Pemerintah Hapus Angka Kematian dari Indikator Penanganan Covid-19, Epidemiolog: Salah dan Berbahaya

Faktor yang harus jadi perhatian

Dicky mengatakan, yang harus menjadi perhatian untuk saat ini adalah masalah konsistensi dalam menjaga upaya pengendalian pandemi, yakni testing dan tracing.

Ketika testing tidak memenuhi skala penduduk dan juga tidak memenuhi ekskalasi pandemi, ia melanjutkan, kasus akan terus meledak.

Testing tidak memenuhi ekskalasi pandemi dalam hal ini berarti indikator tes positivity rate di atas 5 persen.

"Jangankan yang di atas 5 persen, yang di bawah 5 persen pun ketika ada screening yang tidak memadai misalnya, itu siap meledak kasusya," kata Dicky.

Baca juga: Ramai soal Kartu Vaksin Akan Jadi Syarat Masuk Tempat Umum, Ini Kata Epidemiolog

Soal tracing. Menurut dia, baru DKI Jakarta yang melakukan tracing mendekati standar, yakni 1 kasus di-tracing hingga 15 orang.

Sementara, daerah lainnya belum ada yang melakukan hal tersebut.

"Nah ini yang menjadi catatan dan harus diperhatikan, kalau tidak ya kita akan mengalami banyak kasus kematian, baik yang terdeteksi maupun yang tidak," kata dia.

Dicky mengungkapkan, konsistensi tersebut menjadi catatan buruk bagi Indonesia dalam pengendalian pandemi. Alasannya karena sering berubah dan menurun.

"Apalagi ketika ada berita baik penurunan kasus, padahal itu juga belum kuat, tapi responsnya pelonggaran di mana-mana, dan ini yang berbahaya," ujarnya.

Baca juga: Ramai Kartu Vaksin Jadi Syarat ke Tempat Umum, Epidemiolog: Orang Bukan Enggak Mau Divaksin, tapi Nunggunya yang Lama

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Virus Raksasa Berusia 1,5 Miliar Tahun Ditemukan di Yellowstone, Ungkap Asal Usul Kehidupan di Bumi

Virus Raksasa Berusia 1,5 Miliar Tahun Ditemukan di Yellowstone, Ungkap Asal Usul Kehidupan di Bumi

Tren
3 Cara Melihat Aplikasi dan Situs yang Terhubung dengan Akun Google

3 Cara Melihat Aplikasi dan Situs yang Terhubung dengan Akun Google

Tren
BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 22-23 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 22-23 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] ICC Ajukan Surat Penangkapan Pemimpin Israel dan Hamas | Mengintip Jasa 'Santo Suruh' yang Unik

[POPULER TREN] ICC Ajukan Surat Penangkapan Pemimpin Israel dan Hamas | Mengintip Jasa "Santo Suruh" yang Unik

Tren
Kronologi Singapore Airlines Alami Turbulensi, 1 Penumpang Meninggal

Kronologi Singapore Airlines Alami Turbulensi, 1 Penumpang Meninggal

Tren
Kronologi Makam Mahasiswi UMY Dibongkar Sehari Usai Dimakamkan

Kronologi Makam Mahasiswi UMY Dibongkar Sehari Usai Dimakamkan

Tren
4 Korupsi SYL di Kementan: Beli Durian Rp 46 Juta dan Gaji Pedangdut

4 Korupsi SYL di Kementan: Beli Durian Rp 46 Juta dan Gaji Pedangdut

Tren
Penyebab Kelebihan Berat Badan dan Obesitas pada Anak yang Perlu Diwaspadai

Penyebab Kelebihan Berat Badan dan Obesitas pada Anak yang Perlu Diwaspadai

Tren
Ada 'Andil' AS di Balik Kecelakaan Heli yang Menewaskan Presiden Iran

Ada "Andil" AS di Balik Kecelakaan Heli yang Menewaskan Presiden Iran

Tren
Kata Psikolog soal Pria Kuntit dan Teror Perempuan di Surabaya Selama 10 Tahun

Kata Psikolog soal Pria Kuntit dan Teror Perempuan di Surabaya Selama 10 Tahun

Tren
Geliat Bursa Pilkada Jateng 2024, Sudah Ada Tiga Nama yang Berpeluang Maju

Geliat Bursa Pilkada Jateng 2024, Sudah Ada Tiga Nama yang Berpeluang Maju

Tren
Daftar Harga Sapi dan Kambing untuk Idul Adha 2024

Daftar Harga Sapi dan Kambing untuk Idul Adha 2024

Tren
Bobby Nasution, 2020 Daftar PDI-P, 2024 Pindah ke Gerindra

Bobby Nasution, 2020 Daftar PDI-P, 2024 Pindah ke Gerindra

Tren
Mobil Selebgram Zoe Levana Masuk Jalur Busway, Bisa Didenda Rp 50 Juta

Mobil Selebgram Zoe Levana Masuk Jalur Busway, Bisa Didenda Rp 50 Juta

Tren
Mirip di Taiwan, Sidang Paripurna Indonesia Juga Pernah Ricuh hingga Terjadi Insiden Palu Hilang

Mirip di Taiwan, Sidang Paripurna Indonesia Juga Pernah Ricuh hingga Terjadi Insiden Palu Hilang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com