Di Jakarta sendiri, Mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan begitu rutin berbagai tas kresek sembako dan sayuran bagi warga yang melintas di depan rumahnya. Hobi menanam sayuran hidroponiknnya dimanfaatkan untuk aksi sosialnya yang terpuji.
Jika gerakan ini massif dilakukan, ketidakmerataan dan masih sedikitnya bantuan sosial dari pemerintah bisa sedikit tertanggulangi dari bantuan warga.
Kosep “Jogo Tonggo” yang dikembangkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga efektif menggugah kepedulian sesama warga di masa pandemi di level rukun wilayah.
Di tengah semakin terkikisnya kegotongroyongan warga karena kemajuan zaman, ternyata warga masih bisa diketuk rasa kepeduliannya dengan saling memperhatikan warga yang lain.
Pengamatan penulis selama penelitian di Kendal, Jawa Tengah, konsep Jogo Tonggo ini efektif untuk meredam dampak penyebaran Covid dalam skala komunitas.
Masyarakat kita masih mempunyai rasa malu dan tidak ingin mengemis, sehingga konsep “pengibaran bendera putih” tidak mungkin dikibarkan di depan rumah.
Justru dengan cara “cantelan sembako” yang ditaruh di pagar rumah, warga yang membutuhkan bisa mengambil dan menumbuhkembangkan kejujurannya dengan memungut sesuai kebutuhannya.
Di masa pandemi Covid ini, semua lapisan masyarakat mengalami dampak yang berbeda-beda. Namun, rasa solidaritas sosial seperti yang ada dalam adat istiadat dan budaya kita bisa dibangkitkan dengan beragam cara.
Salah satu caranya dengan menambatkan cantelan plastik kresek berisi bahan makanan untuk warga yang membutuhkan.
Satu cantelan tas plastik kresek sangat membantu warga yang kehilangan mata pencahariannya – walau mungkin hanya bisa membantu kebutuhan untuk sekali makan.
Akan tetapi jika jutaan warga yang terlibat menggelar cantelan sembako secara masif, niscaya akan ada jutaan warga yang tertolong.
“Tuhan tidak bertanya berapa jumlah ijazah yang kita dapat, berapa jumlah harta yang kita hasilkan. Tuhan akan bertanya berapa banyak orang kelaparan yang kita kasih makan, berapa banyak orang yang kesusahan telah kita tolong.” (Bunda Teresa, 1910 - 1997).