Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Vaksin Berbayar dan Komersialisasi Pandemi

Kompas.com - 14/07/2021, 09:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Pasokan vaksin masih terbatas. Praktik jualan vaksin adalah tindakan biadab."

Pernyataan itu disampaikan ekonom senior Faisal Basri di media sosial merespons rencana pelaksanaan program vaksin berbayar yang akan digelar PT Kimia Farma (Persero) Tbk.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut diminta melaksanakan program yang ‘dimaksudkan’ untuk mempercepat program vaksinasi yang sedang dilakukan pemerintah.

Namun, rencana ini ditentang banyak kalangan. Perusahaan plat merah tersebut akhirnya menunda pelaksanaan program yang banjir kritik dan memicu polemik ini.

Kimia Farma memutuskan untuk membatalkan pelaksanaan vaksinasi berbayar, yang sedianya akan mulai dilaksanakan pada hari Senin (12/7/2021).

Baca juga: Polemik Vaksinasi Gotong Royong Individu Berbayar yang Akhirnya Ditunda...

Menfasilitasi perusahaan

Vaksin berbayar atau pemerintah menyebutnya vaksinasi gotong royong individu ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Gagasan atau ide program ini sebenarnya sudah lama.

Program ini kabarnya diinisiasi oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang rencananya akan diiringi dengan membuka sentra-sentra vaksin di industri-industri atau pabrik di seluruh Indonesia.

Vaksinasi gotong royong ini awalnya dirancang untuk memfasilitasi perusahaan yang ingin memvaksinasi karyawannya agar bisa bekerja kembali tanpa cemas dengan pandemi.

Guna merealisasikan ide tersebut, pemerintah menerbitkan aturan tentang vaksinasi gotong-royong yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 Tahun 2021 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka pandemi Covid-19. Peraturan ini merevisi aturan sebelumnya, yakni Permenkes Nomor 84 Tahun 2020.

Pemerintah beralasan, vaksinasi gotong royong bertujuan mempercepat program vaksinasi nasional, sehingga kekebalan kelompok dapat segera tercapai.

Karena, selain program vaksinasi yang sedang dilakukan pemerintah, masyarakat bisa menggelar vaksinasi secara mandiri.

Vaksinasi gotong royong ini awalnya ditujukan untuk para pekerja atau karyawan di suatu perusahaan dan keluarganya dan biayanya ditanggung perusahaan.

Sejumlah perusahaan telah mengikuti program vaksinasi gotong royong ini. Namun, belakangan banyak perusahaan yang mundur dari program ini. Alasannya, harga vaksin yang dipatok pemerintah terlalu mahal.

Dari perusahaan ke perorangan

Meski banyak perusahaan yang mundur, pemerintah keukeuh melanjutkan program ini. Pemerintah kemudian merevisi ketentuan soal vaksinasi gotong royong.

Revisi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com