Ternyata tidak sulit untuk dapat mengetahui di mana arah Kabah saat Matahari diketahui tengah ada di atasnya.
"Untuk cara mengeceknya, cukup gunakan benda yang tegak dan tidak berongga di bagian alasnya. bisa tongkat, botol, kaleng, bahkan spidol papan tulis (boardmarker)," sebut Andi.
Salah satu alat itu, atau alat lainnya yang memungkinkan, cukup diletakkan di tempat yang permukaannya rata, tidak miring atau bergelombang.
"Lalu, amati ke mana arah bayangan yang terbentuk. Itulah arah Kabah yang menjadi kiblat," jelas dia.
Dengan catatan, pengamatan dilakukan di waktu yang sama dengan terjadinya peristiwa.
"Bayangannya diamati pada jam ketika Matahari tepat di atas Kabah. Untuk jamnya, 12.17.52 waktu Saudi atau 16.17.52 WIB/17.17.52 Wita," sebut dia.
Baca juga: Soal Pelaksanaan Ibadah Haji 2021, Ini Penjelasan Kementerian Agama...
Mengingat wilayah Indonesia timur sudah memasuki pukul 18.17.52 WIT ketika peristiwa itu terjadi, maka pengukuran tidak dapat dilakukan dengan cara yang sama, karena sudah tidak ada lagi matahari yang dapat menghasilkan bayangan penunjuk arah Kabah.
"Untuk Indonesia Timur, Matahari sudah terbenam ketika tepat di atas Kabah, sehingga dapat menggunakan Fenomena Nadir Kabah," papar Andi.
Apa itu Nadir Kabah?
Ia menjelaskan, Nadir Kabah merupakan kebalikan dari Zenit Kabah atau Matahari di atas Kabah.
"(Nadir Kabah) Yakni ketika Matahari tepat berada di bawah Kabah ketika tengah malam, atau Matahari tepat berada di atas titik antipoda Kabah. Titik antipoda Kabah sendiri adalah titik yang jaraknya 180 derajat terhadap Kabah itu sendiri," ungkap Andi.
"Jadi, jika menggunakan metode ini, arah kiblat bisa diukur pada pukul 00.17.52 waktu Saudi Arabia atau 06.17.52 WIT," kata dia.
Berkebalikan dengan metode Zenit Kabah, metode Nadir Kabah ini, imbuhnya tidak bisa dipraktikkan oleh masyarakat yang ada di zona waktu WIB dan Wita, karena matahari belum muncul sehingga belum bisa menghasilkan bayangan.
Baca juga: 5 Fakta Unik Hari Tanpa Bayangan yang akan terjadi di Indonesia