Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LIPI Kembangkan Rapid Test Antibodi, seperti Apa Prosesnya?

Kompas.com - 09/05/2021, 20:53 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tengah mengembangkan rapid test antibody dengan inovasi basis Nanopartikel Fluoresensi.

Salah satu peneliti di Puslit Kimia LIPI, Dr. Siti Nurul Aisyiyah Jenie, menjelaskan, mereka mengganti salah satu komponen penanda deteksi dengan nanopartikel yang desintesis sendiri.

"Nanopartikel ini berbasis silika alam dan dimodifikasi sehingga bersifat fluoresensi," kata Ais saat dihubungi Kompas.com, Minggu (9/5/2021).

Baca juga: Soal Kasus Dugaan Alat Rapid Test Antigen Bekas, Ini Respons Kemenkes

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by LIPI (@lipiindonesia)

Akurat deteksi antibodi

Ais mengatakan, penggunaan nanopartikel ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan sensitivitas dari proses pengujian jika dibandingkan dari rapid test antibodi yang ada sebelumnya.

Nanopartikel berfluoresensi (FSNP) memiliki kelebihan berupa pancaran sinyal (fluoresensi) yang memiliki intensitas lebih tinggi sehingga memungkinkan hasil deteksi lebih sensitif.

Tingkat sensitivitas yang dihasilkan bisa lebih tinggi daripada penggunaan nanopartikel emas atau pewarna organik biasa.

Baca juga: Perbedaan Swab PCR, Rapid Test Antigen, dan GeNose untuk Tes Covid-19

"Harapannya, dengan menggunakan nanopartikel berfluoresensi ini dapat meningkatkan keakuratan atau sensitivitas rapid yang selama ini menjadi salah satu kelemahan rapid test yang sudah ada," ujar dia.

Akan tetapi, hingga saat ini, tingkat akurasi tersebut belum dapat dipastikan karena masih dalam tahap pengembangan.

"Iya, belum bisa kita pastikan," kata Ais.

Harga lebih murah

Kelebihan lain yang diharapkan diterima dari rapid test antibodi ini adalah menekan ketergantungan terhadap bahan baku yang berasal dari impor.

"Karena nanopartikel ini berasal dari alam dan kami sintesis sendiri, (sehingga) dapat mengurangi ketergantungan impor dan menjadikan harganya lebih murah," kata Ais.

Namun, untuk harga pasti di pasaran, kata Ais, belum bisa dipastikan berapa angka yang akan ditetapkan.

"Untuk estimasi harga juga sedang kami lakukan perhitungan tekno-ekonominya, karena tergantung dari optimasi proses," jelas dia.

Hingga saat ini, masih dilakukan optimasi intensif skala lab terhadap nanopartikel yang dikembangkan.

"Sehingga nantinya dapat di-scale up ke skala industri untuk diproduksi massal," ujar Ais.

Untuk metode pengambilan sampel, lanjut dia, masih sama dengan rapid test antibodi yang sebelumnya sudah ada yakni melalui sampel darah.

"Akan tetapi, ke depannya, rapid test ini juga memungkinkan untuk dikembangkan menjadi rapid test antigen dengan sampel swab (usap)," kata Ais.

Baca juga: 33 Kereta Api yang Tidak Mensyaratkan GeNose atau Rapid Test Antigen Saat Perjalanan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

Tren
Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Tren
Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Tren
Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com