Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kasus Dugaan Alat Rapid Test Antigen Bekas, Ini Respons Kemenkes

Kompas.com - 29/04/2021, 14:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, ditemukannya dugaan penggunaan alat rapid test bekas atau daur ulang diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi penyedia layanan.

Hal itu dikatakannya menanggapi penggerebekan yang dilakukan personel Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Kriminal Khusus (Diterskrimsus) Polda Sumatera Utara melakukan penggerebekan di Bandara Internasional Kualanamu pada Selasa (27/4/2021).

Penggerebekan oleh polisi ini dilakukan berawal dari laporan masyarakat.

"Tentunya ini akan menjadi pembelajaran untuk semua penyedia layanan untuk menaati berbagai regulasi yang ada," kata Nadia kepada Kompas.com, Kamis (29/4/2021). 

Baca juga: Epidemiolog: Usulan Kemenkes agar WN India Dilarang Masuk Tepat, Harus Segera


Dari penggerebekan yang dilakukan polisi, enam petugas medis menjalani pemeriksaan dan beberapa peserta rapid test antigen diminitai keterangan.

Oknum tak bertanggung jawab

Nadia mengatakan, daur ulang alat rapid test antigan itu dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab dan melanggar etika profesi.

Ia menegaskan, Kemenkes akan mendukung segala proses hukum yang dilakukan pihak kepolisian.

Ia juga mendorong adanya pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah daerah agar kejadian serupa tidak terulang.

"Kami mendorong pengawasan dari Pemda lebih ketat lagi dan kedua masyarakat lebih berhati-hati," ujar Nadia.

Untuk mengetahui alat test antigen baru atau daur ulang, Nadia menyebutkan, cukup dengan melihat apakah alat itu diambil dari kemasan.

"Biasanya petugas selalu mengambil atau membuka alat tersebut dari kemasan," jelas dia.

Baca juga: Bolehkah Terima Vaksin saat Haid? Ini Penjelasan Kemenkes

Tanggapan Kimia Farma

Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostik, Adil Fadilah Bulqini, mengatakan, pihaknya saat ini tengah melakukan investigasi bersama aparat penegak hukum.

Ia menyatakan, tindakan yang dilakukan oleh oknum petugas layanan Rapid Test Kimia Farma Diagnsotik tersebut sangat merugikan perusahaan.

Selain itu, sangat bertentangan dengan Standard Operating Procedure (SOP) perusahaan serta merupakan pelanggaran sangat berat atas tindakan dari oknum petugas layanan rapid test tersebut.

"Apabila terbukti bersalah, lanjut dia, maka para oknum petugas layanan rapid test tersebut akan kami berikan tindakan tegas dan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Adil.

Adil menegaskan, Kimia Farma memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan layanan dan produk yang berkualitas serta terbaik, lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Baca juga: Ramai soal Beredarnya Masker Palsu, Ini Penjelasan Kemenkes

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com