Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Obesitas Dapat Memperparah Gejala Covid-19, Ini Alasannya...

Kompas.com - 02/01/2021, 15:50 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah penelitian menjelaskan bahwa pasien dengan kelebihan berat badan atau obesitas memiliki risiko lebih tinggi apabila terinfeksi virus corona Covid-19

Dilansir dari BBC, (26/8/2020), seiring dengan sistem kekebalan yang melemah, kondisi ini dapat membuat orang dengan obesitas lebih rentan terhadap Covid-19 yang parah.

Sebelumnya tim dari University of North Carolina melihat data dari 75 penelitian dari seluruh dunia untuk penelitian mereka, termasuk hampir 400.000 pasien Covid-19.

Mereka menemukan bahwa orang dengan obesitas dan mengidap Covid-19, bisa dua kali lebih mungkin untuk dirawat di rumah sakit.

Selain itu, sebanyak 74 persen pasien lebih mungkin untuk dirawat di perawatan intensif. Mereka juga lebih berisiko meninggal akibat penyakit yang disebabkan virus corona.

Baca juga: Mengapa Covid-19 Lebih Mematikan pada Orang dengan Obesitas?

Obesitas memperparah Covid-19

Obesitas dikaitkan dengan sejumlah penyakit yang juga membuat orang berisiko lebih tinggi terkena Covid-19.

Hal ini juga dapat menyebabkan lebih banyak peradangan dalam tubuh, mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan menambah tekanan pada organ lain, serta pernapasan.

Dilansir dari The New York Times, (18/11/2020), orang yang menderita diabetes, obesitas, dan hipertensi memang memiliki garis besar peradangan yang lebih tinggi, dan lebih rentan memperburuk kondisi sakit.

Ahli rheumatologist di New York University Langone Health, Dr Jose Scher mengungkapkan, ketika sel kekebalan pertama kali bertemu dengan patogen, mereka melepaskan molekul yang disebut sitokin untuk merekrut lebih banyak sel berperang melawan penyakit.

Setelah bahaya surut, sistem kekebalan biasanya mati dengan sendirinya.

Namun, pada beberapa kasus sistem kekebalan terus berjalan terus menerus.

Baca juga: 6 Penyebab Obesitas yang Perlu Diwaspadai

Respons yang tidak henti-hentinya ini dapat menguras sistem kekebalan, seperti mematikan paru-paru, ginjal dan hati, dan terbukti fatal.

Kondisi ini dapat terjadi bahkan pada orang muda dan anak-anak yang tidak memiliki penyakit mendasar (komorbid).

Tim mengidentifikasi makrofag (sel yang menghancurkan bakteri dan virus) sebagai sumber utama lonjakan sitokin pada Covid-19.

Keterlibatan makrofag mungkin juga menjelaskan mengapa beberapa orang tiba-tiba memburuk selama berminggu-minggu setelah terinfeksi.

Sejumlah besar sel akan terlibat hanya setelah virus merusak paru-paru secara substansial.

Para ahli mengungkapkan, solusi yang lebih efisien daripada memblokir sitokin tunggal adalah memutus siklus peradangan pada asalnya.

Misalnya dengan obat tekanan darah yang meredakan sinyal kimiawi yang mendahului sitokin. Namun, obat ini masih dalam uji coba pada manusia.

Baca juga: 5 Alasan Minum Air Putih Dapat Menurunkan Berat Badan

Saat tubuh alami badai sitokin

Melansir Kompas.com, (16/5/2020), Penanggungjawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr Kariadi Semarang, Mahirsyah Wellyan TWH menjelaskan, badai sitokin atau cytokine storm merupakan reaksi berlebih sistem kekebalan tubuh.

Saat virus SARS-CoV-2 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin.

Diketahui, sitokin adalah protein yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh untuk melakukan berbagai fungsi penting dalam penanda sinyal sel.

Sitokin tersebut lalu bergerak menuju jaringan yang terinfeksi dan berikatan dengan reseptor sel untuk memicu rekasi peradangan.

Mahirsyah mengatakan, sitokin normalnya hanya berfungsi sebentar dan akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi.

Pada kondisi badai sitokin, sitokin terus mengirimkan sinyal, sehingga sel-sel kekebalan tubuh terus berdatangan dan bereaksi di luar kendali.

Baca juga: Mengenal Badai Sitokin yang Bisa Sebabkan Kematian pada Pasien Covid-19

Peradangan paru-paru

Akibatnya, paru-paru bisa mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus.

Namun, peradangan pada paru-paru itu bisa terjadi meski infeksi sudah selesai.

Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru.

Tanpa penanganan yang tepat, fungsi paru-paru pasien dapet menurun hingga membuat pasien sulit bernapas.

Hal inilah yang kemudian bisa membuat pasien Covid-19 akhirnya meninggal dunia atau tidak bisa bertahan.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Kenali Gejala Awal Terinfeksi Virus Corona dari Hari ke Hari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com