Jonan senang sekali dengan buku Anthony de Mello dengan judul Doa Sang Katak-Meditasi dengan dongeng. Ia sering membeli buku itu kemudian diberikan kepada teman-temannya.
“Saya juga senang membaca buku itu,” kata Inu.
Sabtu, 5 November 2020, saya kontak lewat telepon ke Inu dan mengatakan, “Mas Inu saya juga sering baca buku ini berulang-ulang, semakin lama semakin enak.”
Buku itu berisi banyak dongeng. Dari puluhan dongeng, saya pilihkan dua dongeng: “Doa Sang Katak” dan “Menjadikan Naga sebagai Sahabat”.
Saya ringkas dengan bahasa saya sendiri dongeng katak itu.
Seorang pendoa yang suci terganggu oleh suara riuh rendah seekor katak raksasa di suatu malam. Ia berteriak kepada katak itu memintanya untuk diam. Karena pendoa ini orang suci, katak diam.
Tapi muncul suara di dalam diri pendoa. Suara itu mengusik hatinya. Mungkin Tuhan senang dengan suara katak bertalu-talu itu daripada alunan doa mazmur.
Pendoa mendebat suara hatinya dengan berkata, apakah suara katak bisa berkenan pada Tuhan? Suara itu terus bergema.
Akhirnya pendeta itu berteriak kepada Sang Katak: bernyanyilah! Berkoak-koaklah katak raksasa itu diiringi suara katak-katak lainnya, riuh.
Pendoa memperhatikan suara katak-katak itu. Suara yang gaduh lambat laun terdengar seperti nyanyian. Harmoni.
Ia merasa tidak terganggu lagi, bahkan bisa menikmati. Suara-suara katak itu memperkaya keheningan malam dalam doanya.
Dongeng lain.
Seseorang datang ke psikiater dengan keluhan tiap malam didatangi seekor naga berkepala tiga yang mengerikan. Ia stress berat, takut, tidak bisa tidur sampai ingin bunuh diri.
Sang Pikiater mengatakan akan berusaha menolongnya, tapi ini membutuhkan waktu satu atau dua tahun dan perlu uang tiga ribu dollar.
“Tiga ribu dollar?” tanyanya.