KOMPAS.com - Sebelum vaksin ditemukan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk mencegah tertular virus corona adalah disiplin protokol kesehatan.
Protokol paling sederhana yang bisa dilakukan adalah 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun.
Namun, tak semua bisa menerapkannya. Dalam keseharian, kita mungkin kerap bertemu orang-orang yang mengabaikan protokol kesehatan, termasuk anggota keluarga.
Misalnya, ada yang enggan mengenakan masker dengan alasan risih, panas, dan sebagainya. Tindakan ini tentu sangat membahayakan atau berisiko, tidak hanya bagi dia, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya.
Apa yang harus kita lakukan jika ada orang terdekat atau keluarga yang mengabaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19?
Melansir Huffington Post, Jumat (4/12/2020), hal pertama yang harus kita pahami adalah kita tidak bisa mengendalikan atau mengontrol perilaku orang lain.
Namun, bukan berarti kita diam saja dan tidak berupaya menyadarkannya.
Psikolog Zainab Delawalla menyebutkan, kita bisa memberikan contoh tentang perilaku taat protokol kesehatan melalui praktik kehidupan sehari-hari.
Dengan cara itu, anggota keluarga yang sebelumnya abai mulai mengikuti dan menerapkannya.
Jika kita sendiri tidak menerapkan apa yang kita harap orang lain akan menerapkannya, bagaimana mungkin orang lain akan melakukan apa yang kita sampaikan.
Baca juga: INFOGRAFIK: 11 Gejala Covid-19 yang Perlu Diwaspadai
Selain itu, kita juga bisa berbagi cerita kepada mereka, bahwa semua yang kita lakukan saat ini juga datang dari proses penyesuaian yang tidak mudah.
Pandemi membuat kita harus beradaptasi, menjadikan masker sebagai perlengkapan wajib ketika keluar rumah, mencuci tangan tidak harus menunggu tangan kotor karena bahan makanan, tanah, dan sebagainya.
Ceritakan juga betapa kita kecewa dengan keadaan ini, karena pandemi kita menunda banyak rencana besar, menggagalkan agenda-agenda pertemuan, tidak bisa leluasa berkumpul. Jangan lupa sertakan pula pendapat mengapa kita mau melakukannya dan untuk apa kita melakukannya.
“Anda bisa menginspirasi mereka untuk mengikuti apa yang Anda lakukan. Jika pun mereka tidak mengubah perilakunya, Anda telah menawarkan perspektif lain: pandangan orang tentang bagaimana rasanya melakukan semua penyesuaian ini, yang dapat meredakan kecemasan tentang bagaimana rasanya mengubah perilaku mereka sendiri,” kata Delawalla.
Baca juga: INFOGRAFIK: 5 Negara yang Gratiskan Vaksin Corona
Dikutip dari Washington Post, 5 Juni 2020, kita sebaiknya tidak mengeluarkan kata-kata yang seolah melabelinya dengan sifat tertentu atas ketidaktaatannya pada protokol kesehatan.
Seperti "pembangkang", "tidak bertanggung jawab", "sembrono", dan sebagainya.
Label-label itu jusru akan membuat mereka bertindak seolah membenarkan apa yang kita katakan.
Jadi lebih baik sampaikan bahwa apa yang kita lakukan adalah bentuk perhatian dan kasih sayang, kita menginginkan mereka juga selalu sehat dan terhindar dari virus ini.
Selanjutnya, konsisten dengan apa yang sudah kita lakukan.
Jika sejak awal kita meyakini menghindari pertemuan publik bisa menjadi cara mencegah terjadinya penularan, maka pertahankan sikap itu ketika kita ada di bawah tekanan, misalnya ada keluarga yang mengundang acara yang mereka gelar.
Jika konsistensi ini bisa dipertahankan, kita akan lebih mudah meminta orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu di masa pandemi ini.
Baca juga: 3 Tips Menjaga Berat Badan di Rumah Selama Pandemi Corona
Dalam menyampaikan semua pesan itu, kita harus dalam kondisi yang dingin atau tidak terbakar emosi.
Jika disampaikan dalam keadaan marah, bisa jadi kita menyampaikan pesan dengan kata yang keliru atau diksi yang sensitif. Pernyataan kita bisa jadi tak diikuti, tetapi justru dimentahkan.
Kemudian, awali dengan pendapat pribadimu, bukannya menyodorkan data statistik.
“Pada tahap ini, saya pikir banyak orang telah memutuskan apakah mereka percaya masker berfungsi atau tidak atau apakah penting membatasi pertemuan untuk menahan penyebaran virus. Jadi menurutku berbicara dengan statistik tidak akan berguna, seperti memimpin dengan emosi," ujar Delawalla.
Selanjutnya, gunakan pernyataan-pernyataan yang menggunakan kata "saya", bukan "kamu".
Kalimat dengan diksi "kamu" bisa jadi ditangkap sebagai kalimat yang bernada menuduh, menyalahkan, menyudutkan, dan sebagainya yang justru kontraproduktif dengan apa yang kita harapkan.
Jika anggota keluarga kita tetap tidak mau menaati protokol kesehatan dan memilih mengabaikannya, jika memungkinkan, kita bisa memutuskan untuk tetap berhubungan atau memutus kontak secara fisik dengan mereka.
Semua ini bertujuan untuk meminimalisasi risiko terpapar virus dan kemungkinan menyebarkannya kembali ke lingkup yang lebih luas, akibat dari ketidakdisiplinan yang keluarga kita lakukan.