Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan soal Potensi Gempa Megathrust dan Perlunya Mengakhiri Kepanikan...

Kompas.com - 27/09/2020, 14:35 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700, zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).

Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu: tahun 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3).

Baca juga: Panduan Langkah Evakuasi Darurat Peringatan Dini Tsunami di Tengah Pandemi Covid-19

Sementara itu, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu: tahun 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1).

Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa.

Wilayah selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi tsunami.

"Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, di mana tsunami pernah terjadi di antaranya tahun 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006," katanya lagi.

Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu.

Baca juga: Bertambah Dua Ekor, Bagaimana Kondisi Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon?

Tidak perlu panik

Seringnya zona selatan Jawa dilanda gempa dan tsunami adalah risiko yang harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng tektonik.

Namun, apakah hidup berdekatan dengan zona megathrust berarti harus selalu merasa cemas dan takut?

"Tidak perlu, karena dengan mewujudkan upaya mitigasi yang konkrit maka kita dapat meminimalkan risiko, sehingga kita masih dapat hidup aman dan nyaman di daerah rawan bencana," kata Daryono

Baca juga: Bolehkah Kita Menggunakan Kata “Jangan” Saat Melarang Anak?

Kecemasan dan kepanikan publik yang sering muncul umumnya terjadi karena adanya kesalahpahaman.

Padahal, model potensi bencana yang dibuat oleh para ahli ditujukan sebagai acuan upaya mitigasi.

"Namun, sebagian memahaminya dengan kurang tepat, seolah bencana akan terjadi dalam waktu dekat," ungkapnya.

Baca juga: Banjir Bandang di Tengah Musim Kemarau, Mengapa Bisa Terjadi?

Menurut Daryono, ini adalah masalah sains komunikasi yang masih terus saja terjadi.

"Kasus semacam ini tampaknya masih akan terus berulang, dan pastinya harus kita perbaiki dan akhiri," lanjutnya.

Ia berharap masyarakat terus meningkatkan literasi agar tidak mudah terkejut atau panik jika ada informasi soal potensi bencana.

"Mari bersama kita akhiri kepanikan ini dan kini saatnya bersama-sama menata mitigasi," imbuh Daryono.

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2020 Berakhir dan Musim Penghujan di Indonesia Dimulai?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Antisipasi Gempa Bumi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com