Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Pam Swakarsa Hidup Lagi, Ada Apa?

Kompas.com - 21/09/2020, 07:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PAM Swakasa muncul lagi. Nama itu mengingatkan kita pada Tragedi Semanggi 1 dan 2 pada 1998 yang menewaskan 28 warga sipil dan melukai lebih dari 300 orang.

Demikian data yang berhasil dihimpun kala itu, salah satunya oleh sejumlah peneliti Hak Asasi Manusia (HAM) seperti Amnesty Internasional.

Pam Swakarsa akan dibentuk kembali melalui Peraturan Polri (Perpol) Nomor 4 Tahun 2020, yang sudah ditandatangani Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz pada 5 Agustus 2020 lalu.

Pasukan Satpam, Satkamling, dan Preman

Pam Swakarsa veris baru ini terdiri dari petugas satuan pengaman (Satpam) dan satuan keamanan lingkungan (Satkamling) di lingkup masyarakat.

Satpam diberikan seragam baru yang nyaris identik dengan seragam polisi lengkap dengan tanda pangkat. Ada sembilan tanda pangkat yang berbeda pada tiap golongan, 3 untuk pelaksana, 3 untuk supervisor, 3 untuk manajer.

Sementara Satkamling akan dirangkul dari sejumlah perkumpulan masyarakat termasuk dari kelompok adat. Di Bali misalnya ada Pecalang.

Satkamling juga akan melibatkan pimpinan informal termasuk preman. Demikian disampaikan Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono. Mereka akan diikutkan dalam pengamanan terkait kondisi saat ini untuk penertiban protokol kesehatan Covid-19.

"Contohnya kluster pasar. Di situ kan ada jeger-jeger-nya di pasar. Kita jadikan penegak disiplin. Tetapi diarahkan oleh TNI-Polri dengan cara-cara yang humanis," kata Gatot Eddy saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Senin (14/9/2020).

"Ada pasar-pasar tradisional. Realitasnya di masyarakat kita pasar tradisional itu tidak ada pimpinannya. Realitasnya mungkin menyebut kepala keamanan, mandor, jeger, preman. Mereka ini kan tiap hari di sana. Bukan kita merekrut preman, itu yang keliru. Tetapi kita merangkul mereka, pimpinan-pimpinan informal yang ada di komunitas itu untuk bersama-sama kita membangun suatu kesadaran kolektif untuk mematuhi protokol Covid-19," jelas Gatot.

Rencana pembentukan Pam Swakarsa dan merangkul preman memunculkan pro dan kontra.

Fatia Maulidiyanti, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), menyampaikan pandangannya melalui rekaman yang dibagikan KontraS.

"Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan undang-undang terkait Pam Swakarsa ini. Pertama, hal ini menunjukkan bahwa kepolisian sudah gagal dalam menangani pandemi seperti ini karena dari awal pemerintah telah mengerahkan pendekatan keamanan dalam masa pandemi ini. Kedua, pembentukan Pam Swakarsa ini akan melegitimasi kesewenang-wenangan lainnya dan juga konflik horizontal yang sebenarnya akan menimbulkan ketakutan di masyarakat," ungkap Fatia, Sabtu (12/9/2020) lalu.

Menyikapi gagasan PAM Swakarsa wajah baru ini, sejumlah anggota DPR pun terbelah. Ada yang setuju, ada yang keberatan. Meski benang merahnya, mereka sepakat untuk mengawasi pelaksanaan Pam Swakarsa ini.

Pengakuan pejabat intelijen

Suara keberatan yang tak diduga justru datang dari sosok yang lama berkiprah di dunia Intelijen. Ia adalah Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI 2011-2013 Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto.

Menurut Ponto, Pam Swakarsa harusnya dibentuk melalui undang-undang bukan Peraturan Polri. Selain itu ia khawatir, Pam Swakarsa akan membentuk pasukan terlatih yang punya potensi bentrok dengan sesama warga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com