Melihat Presiden Jokowi memakai produk yang sama, perasaan tidak pantas itu sirna. Face shield Presiden Jokowi harganya Rp 12.000 juga. Dalam hati, saya tertawa gembira.
Tanpa basa-basi menyebut semua peserta dengan jabatannya, pertemuan langsung dimulai. Presiden Jokowi menyebut Covid-19 sebagai musuh bersama dan ajakan untuk mengambil tanggung jawab bersama, terutama media.
Dari semua data yang bisa memunculkan pesimisme, Presiden menekankan optimisme. Dari semua data yang bisa memunculkan kecemasan dan putus asa, Presiden menekankan harapan.
Presiden menggarisbawahi dan berterima kasih atas solidaritas antarwarga yang tinggi. Kesediaan saling membantu antarwarga nyata dalam situasi pandemi. Gotong royong menjadi ciri negeri. Ini salah satu dasar optimisme dan harapan yang dilihat Presiden Jokowi.
Penambahan kasus positif Covid-19 dan tren naiknya tidak ditampik dan disebut pertama-tama yaitu ada 184.268 kasus. Data tidak hendak diratapi dan dijadikan alasan pesimistis meskipun bisa dan sah saja.
Dari data itu, Presiden memperlihatkan bahwa 71,6 persen pasien sembuh meskipun berduka karena 7.750 pasien meninggal atau 4,2 persen. Menaikkan tingkat kesembuhuhan ini yang handak terus dikejar.
Rata-rata tingkat kesembuhan dunia 70 persen sementara tingkat kematian 3,3 persen. Meskipun tingkat kesembuhan di Indonesia di atas rata-rata dunia, tingkat kematian masih lebih tinggi.
Untuk jumlah pasien postif yang meningkat, Jokowi menyebut karena jumlah tes juga meningkat. Jika dibandingkan negara-negara berpenduduk besar di dunia seperti Amerika Serikat, India dan Brasil, Indonesia termasuk kecil jumlahnya.
Menurut Jokowi, hal ini karena Indonesia negara kepulauan yang secara alamiah membatasi pergerakan orang serta penyebaran. Presiden juga menyebut kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan lockdown berbasis lokal lebih efektif.
Selama enam bulan pandemi, Jokowi mencermati data ini setiap pagi. Komunikasi dengan kepala negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Uni Emirat Arab dilakukan untuk saling update dan berkoordinasi.
Semua dalam situasi yang tidak mudah, mengelola gas dan rem dalam keseimbangan. Mengelola tegangan antara optimisme dan kehati-hatian. Antara melindungi kesehatan dan menggerakan roda perekonomian.
Begitu kata Presiden Jokowi membuka pertemuan. Bersamaan dengan itu, dihidangkannya jahe hangat. Asap yang mengepul mengundang selera selain aromanya.
Selanjutnya, Presiden memaparkan kondisi makro ekonomi dibandingkan dengan semua negara. Angka-angkanya memang tidak menggemberiakan karena tidak sesuai harapan.
Namun, melihat situasi yang sama terjadi di semua negara dan sejumlah negara lebih terpuruk kondisinya, Presiden optimistis dengan ekonomi Indonesia. Optimistis tetapi realistis juga.
Misalnya, indeks manufaktur Indonesia sudah kembali ke era sebelum Pandemi di angka 50,8. Adanya dan kembalinya produksi membuat optimistis. Tetapi, adakah permintaan, adakah penyerapan pasar ini yang perlu dilihat secara realistis.
Di luar soal keselamatan warga dalam bentuk kesehatan dan keselamatan warga dalam bentuk aktivitas ekonomi, situasi pandemi dirasakan membawa manfaat baik terutama untuk digitalisasi di semua lini.
Manfaat baik dan peluang ini akan dijawab dengan pembangunan infrasturkur digital di semua wilayah Indonesia. Presiden menargetkan, sebelum periode keduanya berakhir, infrastruktur digital ini harus selesai.