Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut Aturan Jaga Jarak 2 Meter Berdasar Riset yang Kedaluwarsa

Kompas.com - 26/08/2020, 15:15 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Selama masa pandemi Covid-19 ini, masyarakat selalu diimbau untuk menaati protokol kesehatan demi terhindar dari infeksi virus corona yang penyebarannya melalui tetesan cairan tubuh.

Salah satu protokol yang sering disebutkan adalah menjaga jarak fisik antar satu sama lain setidaknya sejauh 2 meter. Tentu, tujuannya untuk menghindari terkena droplet seseorang yang kemungkinan terinfeksi virus. 

Namun, ternyata jarak 2 meter yang menjadi minimal jaga jarak fisik disebut berasal dari riset yang sudah lampau atau dianggap kedaluwarsa.

Mereka menulis bahwa beberapa penelitian yang digunakan untuk membenarkan jarak 2 meter pertama kali diterbitkan pada tahun 1897.

Sementara penelitian dari tahun 1940-an dalam asumsi dasar ilmiah tentang aturan satu hingga dua meter untuk mencegah penyebaran virus corona, meskipun "ada keterbatasan dalam akurasi. 

Baca juga: INFOGRAFIK: Pencegahan Penularan Virus Corona

Argumen ini disampaikan oleh para peneliti dalam jurnal BMJ sebagaimana melansir The Journal, Rabu (26/8/2020).

Peneliti dari Oxford University, Nicholas Jones menyebut aturan 2 meter itu didasarkan pada dikotomi yang terlalu sederhana.

"Aturan saat ini tentang jarak fisik yang aman didasarkan pada sains yang sudah ketinggalan zaman," tulis Nicholas Jones, dari Departemen Perawatan Primer Nuffield Universitas Oxford, dikutip dari The Independent (26/8/2020). 

Bisa lebih dari 2 meter

Riset lama hanya menggambarkan perpindahan virus melalui tetesan berukuran besar dan kecil di udara tanpa memperhitungkan jangkauan udara yang dihembuskan.

Padahal, pada kenyataannya proses penularan itu berjalan dengan lebih kompleks dengan melibatkan tetesan cairan dan udara yang dihembuskan yang membawa cairan itu ke titik yang lebih jauh.

Bukti menunjukkan tetesan cairan yang berukuran lebih kecil SARS-CoV-2 dapat melakukan perjalanan lebih dari dua meter melalui aktivitas seperti batuk dan berteriak.

 

Sebaliknya, kelompok tersebut menyarankan agar pemerintah mendasarkan pedomannya pada beberapa faktor yang memengaruhi risiko.

Termasuk jenis aktivitas, pengaturan dalam ruangan versus luar ruangan, tingkat ventilasi dan apakah penutup wajah dikenakan.

Lebih lanjut, tetesan cairan ini bisa menyebar dan melayang di udara hingga 7-8 meter dari pusatnya, atau dari orang yang terinfeksi.

Baca juga: INFOGRAFIK: Macam-macam Penularan Virus Corona

Kondisi berisiko tinggi

Penyebaran itu juga bisa terjadi dalam situasi berisiko tertinggi, seperti ada dalam sebuah bar atau klub malam yang ramai, menjaga jarak fisik lebih dari dua meter dan meminimalkan waktu kunjungan harus dipertimbangkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com