Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, ada yang perlu diluruskan terkait informasi ini.
"Awan tersebut terkadang terlihat di bawah awan cumulonimbus," ujar Harry, saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020).
Awan ini berbentuk kolom horizontal yang dapat menggelinding atau bergulung panjang, jika awan tersebut mengalami perbedaan arah angin di lapisan bagian atas dan bawah.
Biasanya, hal ini terjadi saat suatu aliran udara dingin yang turun dari awan cumulonimbus sampai mencapai tanah.
"Udara dingin tersebut diindikasikan menyebar dengan cepat di sepanjang tanah, kemudian mendorong udara lembap dan hangat yang ada di sekitarnya ke atas," paparnya.
Saat udara ini naik, uap air mengembun membentuk pola awan Arcus.
Akun Humas BMKG, @InfoHumasBMKG juga menyampaikan penjelasan rinci mengenai fenomena awan ini, Selasa (11/8/2020).
Salah satunya, fenomena awan Arcus bisa menimbulkan angin kencang dan hujan lebat.
"Fenomena awan Arcus ini dapat menimbulkan angin kencang & hujan lebat yang dapat disertai kilat/petir di sekitar pertumbuhan awan," demikian tulis akun Humas BMKG.
Utas lengkap bisa disimak di sini:
AWAN BERBENTUK SEPERTI TSUNAMI DI WILAYAH ACEH
(A Thread) pic.twitter.com/zuBytTyapY
— Humas_BMKG (@InfoHumasBMKG) August 11, 2020
Awan tersebut mempunyai ketinggian hingga sekitar 6.500 kaki atau sekitar 2.000 meter atau 2 km.
Ketika awan Arcus terbentuk dengan awan cumulonimbus dan downdraft, hal ini dikaitkan dengan hujan lebat atau hujan es, kilat atau petir, dan angin kencang.
Oleh karena itu, masyarakat sekitar diimbau untuk waspada terhadap kemungkinan terjadinya hujan lebat disertai kilat dan angin kencang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.