Versi lain yang lebih canggih melibatkan penambahan lebih banyak putaran tes kelompok, sebelum menguji setiap sampel secara terpisah.
Namun, penambahan putaran dapat mengurangi jumlah orang yang perlu diuji secara individual. Selain itu, pendekatan ini juga lambat karena membutuhkan waktu beberapa jam untuk mendapatkan hasil setiap tes kelompok.
"Ini adalah penyakit yang tumbuh cepat dan menyebar cepat. Kami membutuhkan jawaban yang jauh lebih cepat daripada yang dapat diberikan oleh pendekatan ini," kata ahli biologi teoretis di African Institute for Mathematical Sciences, Rwanda, Wilfred Ndifon.
Baca juga: Tes Corona di Indonesia Masih Rendah, Ahli Sarankan Pooling Test, Ini Alasannya...
Ndifon dan rekan-rekannya telah memperbaiki strategi Dorfman untuk diujicobakan di Rwanda dengan mengurangi jumlah tes yang diperlukan.
Pada putaran pertama tes kelompok mereka sama dengan Dorfman. Tetapi untuk kelompok yang positif, mereka mengusulkan putaran kedua dengan membagi sampel di antara kelompok yang tumpang tindih.
Mereka menganalogikan metode ini dengan sebuah matriks persegi dengan sembilan unit.
Sampel di setiap baris diuji sebagai satu kelompok, sementara sampel di setiap kolom diuji sebagai satu kelompok, sehingga menghasilkan total enam tes dengan sampel masing-masing orang dalam dua kelompok.
Jika sampel mengandung RNA virus SARS-CoV-2, kedua tes kelompok akan positif, sehingga mudah untuk mengidentifikasi orang tersebut.
Ndifon, yang merupakan bagian dari Gugus Tugas Covid-19 Rwanda mengatakan, pengujian kelompok adalah bagian dari strategi pemerintah untuk dengan cepat mengidentifikasi dan mengisolasi orang yang terinfeksi.
Dia dan rekan-rekannya memperkirakan bahwa metode mereka dapat memotong biaya pengujian dari 9 dollar AS per orang menjadi 75 sen.
Baca juga: Catatan WHO Soal Covid-19 di Indonesia: Kapasitas Tes Masih Rendah
Namun, seorang ahli virologi molekuler di Saarland University Medical Center di Hamburg, Jerman Sigrun Smola yang telah menguji sampel dalam kelompok hingga 20 orang, tidak merekomendasikan untuk mengelompokkan lebih dari 30 sampel dalam satu tes.
Hal itu untuk memastikan akurasi pengujian yang cukup.
Beberapa peneliti bahkan menganggap dua putaran pengujian terlalu banyak ketika mencoba untuk mengekang virus yang menyebar cepat seperti SARS-CoV-2.