Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Virus Corona, Mungkinkah Tak Terima Tamu Saat Lebaran?

Kompas.com - 19/05/2020, 13:58 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

"Tradisi (silaturahim) tetap akan berjalan, untuk halal bi halal, selama bisa menjaga jarak dan menghindari bersentuhan tangan itu tidak masalah," kata Drajat.

Baca juga: Hal yang Boleh dan Tak Boleh Dilakukan Saat Silaturahim Lebaran di Jabodetabek

Asal mula tradisi halal bi halal

Selain tradisi mudik atau pulang ke kampung halaman, perayaan Lebaran juga identik dengan halal bi halal atau saling memaafkan.

Tradisi ini biasanya dilakukan selepas shalat Idul Fitri. Pada kesempatan ini, sesama anggota keluarga akan saling meminta maaf satu sama lain.

Di wilayah Jawa Tengah, seperti Surakarta dan sekitarnya, orang tua akan duduk di kursi sementara anak-anaknya bersimpuh dan mencium tangan kedua orang tuanya. Hal ini biasa disebut sebagai sungkeman.

Setelah ritual saling memaafkan ini, kemudian akan dilanjut dengan acara makan bersama.

Menu yang disajikan biasanya terdiri dari opor ayam, gudeg, sambal goreng krecek dilengkapi dengan lontong atau ketupat.

Selain dilakukan bersama keluarga, tradisi saling memaafkan ini biasanya juga melibatkan tetangga di sekitar rumah.

Orang-orang biasanya akan berkunjung ke rumah orang yang paling tua atau yang paling dihormati untuk meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang lalu.

Drajat menyebutkan, tidak ada kepastian sejak kapan budaya ini berkembang di masyarakat.

"Walaupun ada cerita, tahun 1948 dari K.H. Wahab Hasbullah yang dulu berdialog dengan Bung Karno untuk mencari jalan keluar dari disintegrasi bangsa," kata Drajat.

K.H. Wahab Hasbullah kemudian mengusulkan adanya suatu bentuk rekonsiliasi nasional dalam bentuk kultural, yaitu dengan memanfaatkan momen lebaran untuk saling memaafkan.

Bung Karno kemudian menerima usulan ini dan oleh Bung Karno kemudian diusulkan bahwa tradisi ini dinamai halal bi halal yang masih dilakukan hingga sekarang.

Namun, masih belum bisa dipastikan bahwa hal tersebut merupakan latar belakang dari kemunculan budaya ini.

"Hanya begini, sebagai sebuah budaya, maka (halal bi halal) bisa bertahan karena ada nilai-nilai yang dijunjung tinggi di dalamnya," kata Drajat.

Dia menjelaskan, ada nilai-nilai penghargaan dan penghormatan terhadap orangtua dan juga saudara. Konsepsi tentang penghormatan inilah yang kemudian membuat tradisi ini tetap lestari.

Baca juga: Cara Menolak Kunjungan Lebaran di Tengah Pandemi Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com