Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Rapid Test di Indonesia, Siapa yang Dites dan Bagaimana Prosesnya?

Kompas.com - 26/03/2020, 20:17 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia memilih opsi rapid test untuk segera mengetahui dan memetakan persebaran pasien Covid-19 di Indonesia.

Pada pemberitaan Kompas.com (23/3/2020), juru bicara pemerintah untuk penanganan corona Achmad Yurianto mengatakan pemerintah telah menyiapkan 125.000 alat tes yang didatangkan dari China.

Kemarin (25/3/2020) Jokowi meminta rapid test diprioritaskan untuk tenaga medis yang menangani pasien virus corona. Hal itu disampaikan dalam rapat terbatas yang diikuti seluruh gubernur di Indonesia.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

Berikut rangkuman soal rapid test di Indonesia:

Apa itu rapid test?

Dilansir Kompas.com (20/3/2020), rapid test adalah metode uji cepat untuk melacak infeksi virus.

Diharapkan dengan tes ini korban infeksi dan potensi munculnya "titik panas" Covid-19 bisa terdeteksi lebih dini.

Dengan begitu pasien bisa dengan cepat memasuki masa karantina di fasilitas-fasilitas medis yang sudah disiapkan.

Tapi jika gejalanya ringan bisa dikarantina di rumah.

Sampel para pasien biasanya diambil dari saluran pernapasan atas, berupa cairan hidung dan/atau tenggorokan.

Hasil tes cepat biasanya diperoleh dalam 1 atau 2 hari.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

Bagaimana rapid test dilakukan? 

Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menunjukkan hasil tes cepat (rapid test) pendektesian COVID-19 kepada orang dalam pengawasan (ODP) di Bogor, Jawa Barat, Minggu (22/3/2020). Tes tersebut diperuntukan bagi peserta Seminar Anti Riba yang berlangsung di Babakan Madang Kabupaten Bogor pada 25-28 Februari 2020, dimana dua orang peserta seminar tersebut meninggal dunia di Solo Jawa Tengah akibat COVID-19. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya) Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menunjukkan hasil tes cepat (rapid test) pendektesian COVID-19 kepada orang dalam pengawasan (ODP) di Bogor, Jawa Barat, Minggu (22/3/2020). Tes tersebut diperuntukan bagi peserta Seminar Anti Riba yang berlangsung di Babakan Madang Kabupaten Bogor pada 25-28 Februari 2020, dimana dua orang peserta seminar tersebut meninggal dunia di Solo Jawa Tengah akibat COVID-19. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.

Dilansir Kompas.com (26/3/2020), rapid test di Bekasi menggunakan beberapa peralatan seperti jarum.

Awalnya, petugas mengusap ujung jari pasien dengan kapas alkohol.

Setelah itu, sampel darah akan diambil dari ujung jari dengan jarum lancet sekali pakai.

Lalu, petugas menyiapkan pelat strip untuk mengidentifikasi keberadaan antigen dalam darah.

Darah yang diambil sebanyak 10 mikroliter. Itu diteteskan pada pelat strip lalu dicampur 2 tetes larutan penyangga.

Tes ini masih menguji sistem imun, bukan tes lebih lanjut seperti Polymerase Chain Reaction (PCR).

"Rapid test itu mendeteksi antibodi, karena zat antibodi yang menentukan apakah seseorang itu terpapar (corona)," kata Yuri (19/3/2020).

Baca juga: Update, Berikut 15 Negara yang Berlakukan Lockdown akibat Virus Corona

Siapa yang dites?

Uji cepat pada prinsipnya hanya dibatasi pada dugaan kasus. Jadi tidak semua bisa ikut rapid test.

Warga masyarakat yang tidak bergejala tidak bisa ikut rapid test.

Adapun yang bisa memeriksakan diri adalah:

  1. Warga yang kontak erat dengan risiko rendah, yakni orang yang memiliki riwayat kontak dengan pasien dalam pengawasan (PDP)
  2. Warga yang kontak erat dengan risiko tinggi, yaitu orang yang memiliki riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi/probable Covid-19
  3. Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Dilansir Kompas.com (24/3/2020), Wakil Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan di Bekasi yang bisa melakukan rapid test selain 3 golongan di atas adalah:

  • petugas puskesmas
  • camat
  • lurah
  • tokoh agama
  • tokoh pemuda
  • petugas administratif.

Sebagai tambahan, di Bekasi, 50 orang yang kontak dekat dengan pasien positif juga diperiksa.

Baca juga: PBB Ingatkan Ancaman Virus Corona Global, Lebih dari 20.600 Orang Dilaporkan Meninggal

Jika hasil negatif

Diberitakan Kompas.com (26/3/2020), Petugas Dinas Kesehatan DKI Jakarta meminta warga yang telah menjalani rapid test Covid-19 untuk mengisolasi diri secara mandiri selama 14 hari, apabila hasil tes menunjukkan negatif Covid-19.

Hal itu karena orang dengan hasil rapid test negatif masih dianggap berpotensi terinfeksi virus corona dan menularkan virus kepada orang lain.

Lalu jika selama isolasi orang tersebut menunjukkan gejala atau kondisinya memburuk, orang tersebut akan dirujuk ke rumah sakit dan menjalani pemeriksaan atau tes Polymerase Chain Reaction (PCR).

Tapi jika tidak mengalami gejala apa pun atau kondisinya tidak memburuk, orang itu diminta rapid test ulang pada hari ke-7 sampai hari ke-10 setelah rapid test pertama.

Jika hasilnya positif, orang yang bersangkutan akan menjalani pemeriksaan PCR.

Namun, jika hasilnya tetap negatif, orang tersebut dinyatakan tidak terinfeksi.

Baca juga: Jadi Pandemi Global, Kenali 3 Gejala Awal Covid-19

Tempat rapid test

Yuri mengatakan 125.000 alat tes cepat siap disebar di seluruh Indonesia. Akan tetapi pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.

Saat ini yang sedang berlangsung adalah di Jakarta, Depok, dan Bekasi.

Sementara itu Tangerang sudah mendapatkan alat tes namun jadwalnya menyusul.

Baca juga: Berikut Cara Membuat Hand Sanitizer Sendiri dengan Lima Bahan Sederhana

(Sumber: Kompas.com/Cynthia Lova, Sri Anindiati Nursastri, Nursita Sari, Sania Mashabi | Sabrina Asril, Sri Anindiati Nursastri, Jessi Carina, Bayu Galih, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Timeline Wabah Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com