Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti Apa Aturan Terkait Wakil Menteri?

Kompas.com - 26/10/2019, 06:40 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pada Jumat (25/10/2019) siang, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presdien Ma'ruf Amin melantik 12 orang wakil menteri, di Istana Kepresidenan Jakarta.

Sebanyak 12 orang itu menempati posisi wakil menteri di sejumlah kementerian, yakni Kementerian BUMN, Kementerian Perdagangan, Kementerian Agama, Kementerian PUPR, Kementerian PDTT, Kementerian Pertahanan, Kementerian ATR, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, KLHK, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Mereka adalah Mahendra Siregar, Wahyu Sakti Trenggono, Zainut Tauhid Sa'adi, Suahasil Nazara, Jerry Sambuaga, John Wempi Wetipo, Alue Dohong, Budi Arie Setiadi, Surya Tjandra, Budi Gunadi Sadikin, Kartika Wiryoatmojo, dan Angela Hary Tanoesoedibjo.

Bagaimana aturan soal wakil menteri?

Aturan soal wakil menteri diatur dalam Pasal 100 UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Pasal 10 berbunyi, "Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu".

Sebelumnya, pada bagian penjelasan Pasal 10 UU Nomor 39 tahun 2008 disebutkan bahwa wakil menteri berada di luar kabinet.

Bunyi penjelasannya sebagai berikut, "Yang dimaksudkan dengan wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan merupakan anggota kabinet".

Baca juga: Resmi Dilantik Jokowi, Ini Ulasan Profil 12 Wakil Menteri 

Namun, aturan penjelasan Pasal 10 ini dibatalkan Mahkamah Konstitusi melalui sidang uji materi pada Juni 2012.

Ketentuan pasal itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945.

Menurut hakim MK, seperti dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 6 Juni 2012, penjelasan Pasal 10 itu dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil.

Selain itu, telah membatasi atau membelenggu kewenangan eksklusif Presiden dalam mengangkat dan memberhentikan menteri/wakil menteri berdasarkan UUD 1945.

"Sehingga penjelasan tersebut harus dinyatakan inkonstitusional. Oleh karena keberadaan wakil menteri sekarang ini diangkat antara lain berdasarkan Pasal 10 dan penjelasannya dalam UU aquo, menurut Mahkamah, posisi wakil menteri perlu segera disesuaikan kembali sebagai kewenangan eksklusif Presiden menurut putusan Mahkamah ini,” demikian Hakim Konstitusi Achmad Sodiki saat membacakan putusan.

MK berpandangan, ada persoalan legalitas dalam pengangkatan wakil menteri.

Persoalan yang muncul di antaranya pengangkatan wakil menteri tidak sejalan dengan maksud semula (original intent) pembentukan UU No 39/2008 bahwa Presiden dalam membentuk kementerian negara harus efektif dan efisien.

Saat itu, MK menyatakan, jabatan wakil menteri berada dalam keadaan status quo setelah keluarnya putusan ini.

Status quo ini berlaku hingga presiden saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merevisi keputusan presiden tentang pengangkatan wakil menteri yang baru.

Para wakil menteri ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Selanjutnya mereka bekerja membantu berbagai tugas menteri, dan bisa menerima perintah dari menteri atau presiden secara langsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com