Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dinda Lisna Amilia
Dosen

Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya.

Sayonara Jusuf Kalla dan Keresahan soal Papua

Kompas.com - 19/10/2019, 20:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apa yang dilakukan JK menjadi salah satu referensi resolusi konflik pasca-Orde Baru. Inisiatifnya, caranya memanfaatkan momentum, dan menggertak posisi lawan.

Pendekatannya dalam menyelesaikan masalah, jelas berbeda dengan pendekatan militer yang sekarang masih digunakan untuk menyelesaikan Papua.

Sebenarnya, saat itu pertanyaan saya bercabang, pertanyaan kedua saya adalah bagaimana teknis penyelesaian konflik dalam transisi kabinet yang hampir berlangsung, namun saya tidak mendapatkan jawabannya.

Walau sebenarnya, pasti juga ada cara JK yang relevan dalam penyelesaian konflik di Papua yang kunjung meredam, yang serasa tabu untuk diperdebatkan sampai ke akar permasalahannya.

Pertanyaannya adalah, siapakah sekarang yang mewarisi model penyelesaian konflik ala JK?

Indonesia, sebuah melting pot yang selalu punya risiko konflik antar-etnis, yang insidental maupun manifest, dan pasti ada titik lain yang punya potensi konflik serupa, tidak hanya Papua.

Menunggu eksekutor resolusi konflik

Konflik Papua menjadi pekerjaan rumah yang harus mulai digarap oleh kabinet periode baru. Dengan meredamnya pemberitaan media, bukan berarti konflik tersebut sudah selesai.

Malahan, bisa jadi ada indikasi kabinet baru sengaja memupuk konflik manifest kembali menjadi laten. Dan, itu sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah.

Peneliti LIPI, mendiang Muridan S Widjojo, pernah memaparkan hasil kajiannya selama bertahun-tahun, bahwa akar konflik di Papua dibagi menjadi empat bagian.

Bagian itu adalah masalah sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia, operasi militer yang terkait dengan pelanggaran HAM, stigma orang Papua sebagai orang yang termarjinalisasi, dan kegagalan dalam pembangunan Papua. Pembangunan tidak hanya sekadar fisik, tapi dalam hal kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Bila masalah sudah terpetakan, berarti tinggal menunggu inisiatif dari eksekutif untuk merumuskan strategi dan mengeksekusi penyelesaian konflik, tahap demi tahap.

Bisa jadi, eksekutif dipimpin sendiri oleh presiden atau wakil presiden, seperti ketika JK menggagas perundingan Helsinki bersama GAM pada 2005. Bisa juga diwakilkan pada salah satu menteri koordinator (menko).

Memang, agaknya metode resolusi konflik di Indonesia memang masih hierarkis. Cukup sulit turun ke bawah kalau tidak ada aba-aba dari atas.

Hal ini akan menjadi bencana bila tidak ada eksekutif yang merasa bertanggung jawab dan takut berinisiatif mengajukan strategi penyelesaian. Karena, penyelesaian konflik tidak pernah selesai dengan pendekatan militer. Walaupun, dengan membuat pangkalan militer di Papua juga bukan menjadi suatu kesalahan.

Bila disangkutkan dengan persoalan kepentingan ekonomi politik, di Papua terdapat sentra industri tambang dunia. Semua saling mengisap.

Amerika Serikat, sebagai salah satu pemilik saham Freeport, membangun pangkalan militernya, Robertson Barracks di Darwin, Australia Utara yang berjarak 1.209 km dari Papua, atau sejengkal Jakarta ke Denpasar.

Rasanya, kekuatan militer di zaman modern sudah mengalami perubahan orientasi. Dari sekadar menjaga batas wilayah menjadi penjagaan aset ekonomi sebuah negara.

Namun, intervensi yang dilakukan oleh militer sendiri juga tidak boleh merepresi orang asli Papua. Walau pada kenyataannya hal itu sudah terjadi dan tidak perlu kita sangkal lagi. Karena dalam sebuah penyelesaian konflik, kadang harus dimulai dengan mengakui kesalahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Tren
21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

Tren
Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com