"Pada tingkat paparan tinggi, energi frekuensi radio (RF) memang bisa berbahaya, menghasilkan luka bakar atau kerusakan termal lainnya, tetapi paparan ini biasanya hanya terjadi dalam pengaturan pekerjaan di dekat pemancar frekuensi radio berdaya tinggi, atau kadang-kadang dalam prosedur medis serba salah," katanya lagi.
Pada tahun 2018, Program Toksikologi Nasional merilis penelitian selama satu dekade yang menemukan beberapa bukti peningkatan tumor otak dan kelenjar adrenalin pada tikus jantan yang terpapar radiasi RF yang dipancarkan oleh ponsel 2G dan 3G, tetapi tidak pada tikus atau tikus betina.
Hewan-hewan itu terpapar ke tingkat radiasi empat kali lebih tinggi dari tingkat maksimum yang diizinkan untuk paparan manusia.
Menurut Foster, banyak penentang penggunaan studi gelombang RF yang mendukung argumen mereka, dan sering mengabaikan kualitas metode eksperimental atau hasil yang tidak konsisten.
Meskipun dia tidak setuju dengan banyak kesimpulan yang skeptis tentang generasi jaringan seluler sebelumnya, Foster setuju bahwa perlu penelitian lebih lanjut tentang dampak kesehatan potensial dari jaringan 5G.
"Semua orang yang saya kenal, termasuk saya, merekomendasikan lebih banyak penelitian tentang 5G karena tidak ada banyak studi toksikologi dengan teknologi ini," kata Foster.
Baca juga: BTS 4G Telkomsel Sudah Lebih Banyak dari 2G