Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Jokowi dan DPR Diminta Dengarkan Aspirasi Publik soal UU KPK Versi Revisi

Kompas.com - 26/09/2019, 15:15 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana mengatakan, pangkal persoalan sejumlah aksi yang digelar dalam beberapa hari terakhir soal UU KPK versi revisi adalah prosesnya yang mengabaikan aspirasi publik.

Seperti diberitakan, sejak Senin (23/9/2019) hingga Rabu (25/9/2019), berlangsung aksi di sejumlah daerah yang berujung ricuh.

Ratusan orang mengalami luka-luka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Salah satu tuntutan massa adalah meminta Presiden Joko Widodo membatalkan UU KPK versi revisi dan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).

Namun, Presiden Jokowi dan para menterinya menyatakan tak akan mencabut UU KPK.

Baca juga: Jokowi Undang Para Tokoh Bahas Demo Tolak UU KPK Hasil Revisi

"Nah itu sering kali dijadikan sasaran tombak bahwa Presiden dan DPR tidak mendengarkan aspirasi publik terkait dengan UU KPK," ujar Aditya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/9/2019).

Menurut dia, jika sejak awal prosesnya mendengarkan aspirasi publik, situasi dalam beberapa hari ini tidak akan terjadi.

"Kalau seandainya UU KPK itu pembahasannya sangat partisipasif, meskipun kita tahu pasti ada penolakan, ada ketidaksetujuan," ujar Aditya.

"Akan tetapi, paling tidak melibatkan publik, mendengarkan aspirasi, terus Presiden juga membuka ruang itu dan sebagainya," kata dia.

Oleh karena itu, menurut dia, harus dibuka ruang bagi publik untuk memberikan aspirasinya kepada Presiden dan pemerintah.

Mengenai penerbitan perppu, salah satu syaratnya adalah dalam kondisi kegentingan yang memaksa.

Baca juga: Buya Syafii: Kalau Tak Ada Jalan Lain, Keluarkan Perppu Batalkan UU KPK

Sejumlah pihak menilai, kondisi saat ini bisa disamakan dengan kondisi pada 2014 saat pemerintah dan DPR menyepakati pengesahan revisi UU Pilkada.

Saat itu, sejumlah poin revisi juga memunculkan kontroversi.

Pada masa itu, masyarakat menolak ketentuan revisi mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD yang diatur dalam UU Pilkada versi revisi.

Merespons gejolak publik, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu membentuk tim pengkaji untuk menyiapkan perppu yang membatalkan ketentuan pemilihan kepala daerah lewat DPRD.

Meski demikian, menurut Aditya, terkait UU KPK, penerbitan perppu dinilainya belum tentu akan menyelesaikan tuntutan publik.

"Tidak mudah untuk mengatakan perppu itu pasti menyelesaikan masalah terkait dengan kepuasan publik terhadap UU KPK," ujar Aditya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Tren
Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Tren
Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang 'Jaka Sembung'

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang "Jaka Sembung"

Tren
Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Tren
Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Tren
Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Tren
Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Tren
Studi Ungkap Obesitas pada Anak Bisa Kurangi Setengah Harapan Hidupnya

Studi Ungkap Obesitas pada Anak Bisa Kurangi Setengah Harapan Hidupnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com