Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi dari DPR, Mengapa Pembahasan RUU KPK Sangat Cepat?

Kompas.com - 18/09/2019, 14:38 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Rapat Paripurna, Selasa (17/9/2019).

Perjalanan revisi ini berjalan sangat singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.

Artinya, hanya butuh waktu sekitar 12 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.

Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana mengatakan pengesahan revisi UU KPK yang telah dilakukan merupakan sebuah ironi. Pasalnya hal tersebut menuai penolakan di tengah masyarakat.

Kebiasaan selama ini, revisi UU yang mendapatkan penolakan besar di publik akan lama berproses di DPR. Setidaknya bisa sampai 2 tahun.

"Kenapa lama? karena substansi pembahasannya menjadi perdebatan yang panjang, baik dari sisi Pemerintah atau antar anggota DPR sendiri," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/9/2019).

Untuk menampung aspirasi publik, kebiasaan saat ini prosesnya lama, karena harus menyerap aspirasi dari masyarakat, unsur LSM dan Pemerintah.

"Nah untuk yang revisi UU KPK kemarin, menurut saya sebuah ironi. Ini sangat cepat, kilat banget cuman 13 hari. Itupun sudah termasuk surat dari Presiden (surpres), kemudian langsung dibahas. Biasanya kan lama," jelas dia.

Aditya mengatakan, banyak orang menduga bahwa revisi UU KPK kemarin sudah disiapkan sejak lama.

"Karena dugaan banyak orang dan saya percaya hal itu, revisi UU KPK sudah disiapkan sejak lama. bisa jadi sudah disiapkan setelah Pilpres selesai, atau bahkan sebelumnya," lanjutnya.

Baca juga: Revisi UU KPK, dari Pengibaran Bendera Kuning hingga Anggapan Jokowi Telah Berubah

Terkesan Aneh

Menurut Aditya, terdapat satu anomali mengapa pembahasan sebuah UU dilakukan dengan begitu cepatnya.

Biasanya, Aditya melanjutkan, anggota DPR sering malas melakukan pembahasan UU ketika masa jabatannya akan habis.

"Di detik-detik terakhir masa jabatan DPR, mengapa semangatnya minta ampun untuk menghasilkan UU. Ini menurut saya aneh. Kalau biasanya di akhir-akhir masa jabatan, kecenderungannya akan malas-malasan, tahun 2014 juga pernah kejadian seperti ini," paparnya.

Aditya menyebut, ada pola yang aneh dalam proses revisi UU KPK tersebut. Selain prosesnya sangat cepat, juga tidak mempertimbangkan masukan publik.

"Ketika tidak mendengarkan aspirasi publik atau masyarakat, menurut saya ini ada yang salah. Karena di dalam negara demokratis, pembahasan atau pembentukan sebuah kebijakan maka harus mendengarkan partisipasi publik," katanya lagi.

Menurutnya, dari sisi regulasi sudah ada yang mengatur soal itu, bahwa partisipasi masyarakat harus dilibatkan dan didengarkan oleh DPR dan pemerintah, dan ini dilanggar selama proses revisi UU KPK.

Ia merasa ada yang salah dan setuju bila rekan-rekan di ICW melakukan judicial review, karena prosesnya ada yang salah.

"Dalam hal ini DPR telah menafikkan suara publik, yang memang perlu penjelasan apa yang mau dibahas, pro kontra pasti ada. Dan itu menurut saya problem serius, kan Pak jokowi jadinya dikritik banyak pihak karena memang ada persoalan janji-janji yang dianggap tidak ditepati," papar Aditya.

"Saya khawatir bila problem seperti ini terulang di periode kedua Jokowi dan DPR yang baru, kita-kita ini hanya menjadi sekedar tempelan, itu yang bahaya untuk demokrasi," pungkasnya.

Baca juga: Jokowi, Pengembalian Mandat Pimpinan dan Revisi UU KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com