Atau, kalau proyek mobil nasional benar-benar terwujud di saat Presiden Soeharto berkuasa, Jokowi akan menyetir mobil nasional Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat).
Sayangnya, kita inferior, bangsa yang selalu tanggung memperjuangkan sesuatu, atau mungkin bangsa egois saat memperjuangkan kepentingan nasional bangsanya sendiri. Atau mungkin, bangsa yang senang berjuang untuk mementingkan klan sendiri.
Buktinya, Timor kandas di tengah jalan, sebab pada 22 April 1998, badan penyelesaian sengketa (Dispute Settletment Body) WTO memutuskan program mobil nasional melanggar asas perdagangan bebas dunia. Dampaknya, harus ditutup.
Melalui Kepres No 20 tahun 1998, mengakhiri cerita mobnas pada 21 Januari 1998. Soal kehadiran mobnas Timor digempur oleh Jepang dan negara produsen mobil lain, itu soal yang berbeda lagi ceritanya.
Bayangkan, betapa istimewanya Timor saat itu. Inpres (Instruksi Presiden) No. 2 tahun 1996, memerintahkan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi, “melicinkan” proses kelahiran mobnas.
Apalagi mobnas Timor memiliki unsur mengenalkan merek sendiri. Diproduksi menggunakan kompenen dalam negeri, katanya, kala itu.
Nah, setelah Inpres, ada lagi Keputusan Presiden No 42 tahun 1996 yang menyebutkan kelahiran mobnas perlu disokong bantuan.
Salah satu butirnya, mobil yang diproduksi di luar negeri oleh Tenaga Kerja Indonesia dan memenuhi kandungan lokal, sama derajatnya dengan mobnas buatan dalam negeri.
Anehnya, mobil itu bukan menjadi sesuatu yang bernilai nasionalisme bagi bangsa kita. Gugur dengan sendirinya, seiring lengsernya Pak Harto.
Mungkin, bangsa kita memang menikmati keterlambatan merakit nasionalisme di zaman ultra nasionalis saat ini.
Kita pun terlambat punya ikon otomotif yang membanggakan, kecuali sebagai importir yang dibanjiri oleh mobil mewah. Bahkan mobil berkelas jetset seperti Jaguar, Chrysler, Bentley, banyak berkeliaran di jalan raya Jakarta.
Beruntung, mobil Esemka Bima telah memulai debutnya di Sambi, Boyolali, Jawa Tengah. Selain kendaraan niaga ringan, Esemka memiliki prototipe Garuda 1, Rajawali 1, double cabin berpenggerak listrik. Sayangnya, kemasan acara peresmian, hanya biasa-biasa saja.
Kembakli ke kunjungan balasan Jokowi ke Malaysia baru-baru ini. Sebenarnya, kunjungan untuk membicarakan masalah WNI yang banyak bekerja sebagai TKI di negeri jiran.
Masalah lain, yaitu membahas persoalan kelapa sawit, di mana Indonesia dan Malaysia merupakan produsen sawit terbesar di dunia.
Tapi, apa benefit kunjungan Jokowi yang didapat Malaysia, berkat kecanggihan tim PR-nya? Nama Proton lebih akrab di telinga kita.
Padahal seharusnya, bila mobil Esemka dan Timor benar-benar ada, Presiden Jokowi dapat memperkenalkannya ke mancanegara melalui Tun Mahathir.
Bukan naik mobil golf membawa Mahathir saat di Istana Bogor. Itupun kalau tim PR pemerintah kita benar-benar out of the box cara berpikirnya. (R Mulia Nasution, jurnalis senior yang pernah bergiat menulis puisi, cerita pendek, novel, opini. Novelnya "Rahasia Tondi Ayahku" (Satria 2012,321 hal). Ia pendiri Cikini Studi yang bergerak di bidang kajian ekonomi dan sosial-politik)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.