Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mulia Nasution
Jurnalis

Jurnalis yang pernah bekerja untuk The Jakarta Post, RCTI, Transtv. Pernah bergiat menulis puisi, cerita pendek, novel, opini, dan praktisi public relations . Kini menekuni problem solving and creative marketing. Ia mudah dijangkau email mulianasution7@gmail.com

Mobil Esemka, Presiden Jokowi, dan Tuan Mahathir

Kompas.com - 10/09/2019, 07:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NYINYIR itu memang sedap. Tanpa kenyinyiran, ibarat makanan akan terasa kekurangan garam.

Di era terbuka ini, nyinyir menjadi salah satu menu oposisi dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang berkuasa.

Gagasan mobil Esemka tergolong isu yang seru untuk ‘dinyinyirin’, apalagi saat Pilpres 2014 dan Pilpres 2019.

Sasaran tembaknya jelas: Jokowi gagal mewujudkan campaign-nya sebagai orang yang mengorbitkan mobil Esemka. Sah saja bila kenyinyiran oposisi terasa getir, sampai kini.

Terkait mobil Esemka, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewujudkan gagasannya. Jumat (6/9/2019) kemarin, pabrik mobil Esemka diresmikan Jokowi.

Baca juga: Sekali Lagi, Esemka Bukan Mobil Nasional!

Kini, salah satu sumber kenyinyiran dari politisi dan netizen, beralih ke disain mobil Esemka Bima yang dituding sangat mirip mobil buatan China. Bahkan berembus lebih tajam, mobil Esemka hanya mobil buatan China yang ditempel merk Esemka.

Sebenarnya, masalah keraguan publik telah dibantah oleh Presdir PT Solo Manufaktur Kreasi (Esemka) Eddy Wirajaya.

Terlepas dari semua pro dan kontra, memang banyak masalah yang harus dikritisi terkait mobil Esemka ini. Bukan hanya soal Esemka, sebenarnya. Tapi juga dalam soal komunikasi politik Jokowi terkait mobil Esemka.

Baca juga: Tes Langsung, Mengendarai Esemka Bima 1.3

Soal komunikasi politik ini, kita perhatikan lebih dekat. Tergambar, perbedaaan menyolok seorang sepuh seperti Mahathir Mohamad dengan performances Presiden Jokowi di depan publik.

Lantas, apa pula yang membedakan tim campaign canggih memanfaatkan momen, dibanding tim yang hanya bertumpu pada pengalaman standar saat membangun komunikasi politiknya?

Saya tertarik untuk mengulas momentum kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Malaysia, baru-baru ini (8–9 Agustus 2019).

Di antara sekian banyak momentum, saya hanya berfokus kepada cara berkomunikasi Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad yang out of the box. Melalui momen yang biasa, saya dapat menyimpulkan, Mahathir yang berusia 90 tahun, didukung tim public relations (PR) yang berpikiran lebih canggih.

Apa pula kecanggihannya?

Mungkin kita tidak sadar, Tun Mahathir sedang show off, memamerkan produk otomotif dalam negeri Malaysia.

Proton menjadi salah satu ikon bangsa Malaysia yang terdiri dari puak Melayu plus etnis China dan India, tetangga akrab bangsa kita.

Seorang pria sepuh, pemimpin tertinggi pemerintahan negara federal Malaysia, menyetir mobil sendiri.

 

Di samping sopir duduk seorang Presiden bangsa yang besar, berpenduduk 269 juta jiwa, dan berpenduduk terbesar keempat di dunia. Malaysia sendiri berpenduduk sekitar 31 juta jiwa.

Pemilihan momen ini saja luar biasa. Tapi yang lebih cerdas adalah pilihan mobil yang dipakai membawa Mahathir dan Jokowi berkelana menyusuri Putra Jaya. Dari ruang pertemuan di Perdana Putra Building, Putrajaya, menuju Dining Hall, Seri Perdana, Putrajaya.

Mobil ESEMKAKOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Mobil ESEMKA
Tidak jauh, tapi gaungnya sampai jauh ke mancanegara. Pemberitaan di Indonesia, tak sedikit yang membuat judul dengan kata Mobnas (mobil nasional) Malaysia, bahkan videonya tersebar luas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com