KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) unggul sementara pada penghitungan suara di pemilihan legislatif.
Hal ini berbanding terbalik dengan perolehan suara Ganjar Pranowo-Mahfud MD, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres cawapres) yang diusung PDI-P.
Pasangan nomor urut 03 itu justru mendapat suara terendah dibanding dua kandidat capres-cawapres lainnya.
Dari hasil hitung cepat atau quick count Litbang Kompas, PDI-P, Partai Golkar, dan Partai Gerindra diperkirakan meraih suara tertinggi di antara 18 partai politik nasional peserta Pemilu 2024.
Hingga Jumat (16/2/2024) sekitar pukul 11.47 WIB, dengan data masuk 98,30 persen, PDI-P unggul dengan elektabilitas 16,25 persen.
Lantas, apakah PDI-P siap menjadi oposisi Pemerintahan Indonesia mendatang?
Penjelasan PDI-P
Secara konstitusi, Indonesia adalah negara hukum yang dipimpin oleh seorang presiden. Oleh sebab itu, sistem pemerintahan yang dianut adalah Presidensial.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menyampaikan, sebagai negara bukan parlementer maka tidak ada istilah oposisi.
"Dari pengalaman PDIP 2004 dan 2009, posisi saat itu adalah berada di luar pemerintah. Ini adalah sistem pemerintahan yang kita bangun," kata dia, dilansir dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Hasto menyampaikan, posisi PDIP di luar pemerintah artinya saat ada kebijakan yang pro rakyat, PDIP akan mendukung.
Namun jika ada kebijakan yang merugikan rakyat, PDI-P akan mengeluarkan sikap.
PDI-P siap berada di posisi luar pemerintahan, tapi...
Terkait proyeksi pemerintahan Indonesia 2024, Hasto menyampaikan bahwa PDI-P siap berjuang di luar pemerintahan.
Sebagai partai yang berada di luar pemerintahan, mereka akan menjalankan tugas check and balance.
Hal seperti ini bukan kali pertama terjadi. Pada Pemilu 2004 dan 2009, ketika Partai Demokrat berkuasa di mana Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden, PDI-P juga berada di luar pemerintahan.
”Ketika PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan tahun 2004 dan 2009, kami banyak diapresiasi karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi. Bahkan, tugas di luar pemerintahan suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri,” kata Hasto, dikutip dari Kompas.id.
Kendati demikian, hingga saat ini PDI-P belum menentukan sikap.
Menurut Hasto, partainya tengah mencermati seluruh proses rekapitulasi penghitungan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hasil itu nantinya akan dijadikan sebagai basis pengambilan keputusan terkait dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Potensi bekerja sama dengan Nasdem
Sementara itu, Ketua DPP PDI-P Said Abdullah menambahkan adanya kemungkinan PDI-P bekerja sama dengan partai lain.
Hal ini karena perkembangan kondisi saat ini membuat partainya tidak bisa mengurus negara sebesar ini sendirian.
"Natur politik PDI-P adalah gotong royong," kata dia, masih dari sumber yang sama.
Namun, kegotongroyongan harus diletakkan dalam kerangka politik yang benar, di mana terdapat cita-cita ideologi sebagai basis perekat. Dengan solidaritas inilah kerja sama politik akan lebih kokoh.
Menurut Said, PDI-P dan partai pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, sama-sama berwatak nasionalis, di mana genealogi keduanya memudahkan apabila kerja sama terajut.
Apalagi, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh merupakan kawan lama.
”Beliau berdua sama-sama mengawal pemerintahan Presiden Jokowi selama ini, termasuk tidak segan menyampaikan nasihat atas jalannya pemerintahan jika dijumpai penyimpangan,” kata Said, masih dari sumber yang sama.
Oleh karena itu, apabila ke depan PDI-P dan Nasdem harus berjalan beriringan, baik di dalam maupun di luar pemerintahan, Said meyakini, kedua parpol ini punya niat baik untuk menjaga demokrasi.
https://www.kompas.com/tren/read/2024/02/16/143000065/penjelasan-pdi-p-soal-kemungkinan-jadi-oposisi-dan-berada-di-luar