Namun, ada seorang terdakwa yang justru meminta hakim di pengadilan menjatuhkan vonis hukuman mati kepadanya.
Diberitakan Kompas.com, Kamis (2/11/2023), M Qo'dad Afa'lul alias Afan (29) membunuh putri kandungnya yang berusia 9 tahun di Desa Putat lor, Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur, Sabtu (29/4/2023).
Dia tega melakukan pembunuhan tersebut karena ingin anaknya masuk surga.
Menurut dia, sang anak mengalami masalah psikologis dan minder karena ayahnya mantan pecandu narkoba dan ibunya seorang pekerja seks komersil (PSK).
Saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Gresik pada Rabu (1/11/2023), Afan meminta dihukum mati oleh majelis hakim.
Permintaan itu disampaikan karena Afan ingin bertemu dengan anaknya di surga.
Lantas, bisakah hakim memvonis terdakwa sesuai dengan permintaannya?
Penjelasan pakar hukum
Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Muchamad Iksan mengatakan, majelis hakim boleh saja mengabulkan permintaan hukuman dari terdakwa yang merasa bersalah.
"Tetapi, permohonan itu tidak mengikat hakim. Artinya, hakim tidak boleh menghukum atas dasar permohonan terdakwa," jelasnya kepada Kompas.com, Sabtu (4/11/2023).
Menurut Iksan, hakim akan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa berdasarkan surat dakwaan dari penuntut umum, fakta-fakta yang terbukti di persidangan, maupun hal-hal yang meringankan dan memberatkan pidana.
Hal-hal yang meringankan pidana antara lain berupa kondisi terdakwa, perasaan menyesali perbuatan, meminta perdamaian, berusia muda, menyerahkan diri, riwayat hidup terdakwa, ataupun efek pidana terhadap masa depan terdakwa.
Sementara hal-hal yang memberatkan pidana, yakni mengganggu negara, terdakwa tidak menyesal, menimbulkan kerugian besar bagi negara dan masyarakat, merusak generasi muda, dilakukan secara sadis, motif tindak pidana, dan pengaruh tindak pidana kepada korban.
"Tapi, pasti hakim masih akan mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan pidana," lanjut Iksan.
"Jika sesuai pengakuannya (terdakwa), tindak pidana pembunuhan itu dilakukan dengan berencana," ujar Iksan.
Pembunuhan berencana memenuhi Pasal 340 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun, penjara seumur hidup, atau pidana mati,
Menurutnya, hakim dapat menganggap pelaku terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana.
Hukuman terberat bisa diberikan ketika hakim tidak menilai ada hal-hal yang meringankan terdakwa seperti tidak ada perasaan bersalah kepada korban.
Ditambah lagi, pelaku pembunuhan adalah orangtua kandung korban yang seharusnya melindunginya.
"Ya dapat saja dijatuhkan pidana mati," tegas Iksan.
Dia menambahkan, vonis hukuman mati akan diberikan ketika hakim menilai hukuman tersebut adil bagi terdakwa terlepas dari ada atau tidaknya permohonan dari terdakwa.
"Jika hakim menilai adil itu hukuman mati, hakim dapat menjatuhkan pidana mati," imbuhnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/11/04/160000065/terdakwa-kasus-pembunuhan-anak-minta-dihukum-mati-bisakah-dikabulkan-hakim-